Reporter: Adi Wikanto | Editor: Test Test
KONTAN.CO.ID - Kata bento tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita. Ini bukan soal lagu yang dipopulerkan penyanyi legendaris Iwan Fals, tapi kata yang identik dengan restoran dengan menu khas seperti nasi goreng Jepang, beef yakiniku, chicken teriyaki, orikado, tempura, dan chicken katsu.
Menu-menu tersebut dapat dengan mudah ditemukan di restoran Jepang di mal atau hotel berbintang. Tentu saja, harganya cukup mahal. Bahkan, sebagian besar penjualnya merupakan restoran kelas atas.
Ternyata, menu ala Jepang itu mampu merebut hati banyak orang. Jadi, jangan heran kalau usaha membuka warung makan dengan tawaran menu khas Jepang semacam itu menjanjikan keuntungan yang lumayan. Apalagi kalau penjualnya menawarkan harga makanan yang lebih murah, pasarnya pasti besar.
Contohnya, Ocha Bento dan Ozeki Bento. Dua tempat makan ini menyajikan menu masakan Jepang dengan harga murah. Menu yang mereka sediakan sangat beragam. Mereka juga mengimbuhkan citarasa Indonesia dalam menu khas Jepang. Strategi tersebut mereka yakini bisa merangkul pasar lebih luas. Meskipun baru berdiri sejak Februari 2008, Ocha Bento mengklaim sudah mempunyai banyak pelanggan.
Menurut Drivaroza, pemilik Ocha Bento, mereka sengaja mematok banderol harga cukup murah atas menu-menu mereka. Meski harganya miring, ia menjamin rasa masakan Jepangnya tak kalah dengan makanan Jepang restoran besar. “Kata pelanggan, rasa makanan kami justru lebih gurih,” katanya.
Mayoritas pelanggan Ocha Bento adalah pekerja kantoran dan kalangan pelajar. “Siang hari, saat jam makan siang, banyak pegawai kantor dan mahasiswa yang makan di sini,” kata Drivaroza. Pegawai kantor dan pelajar memang menjadi target pasar kedai ini.
Itu pula sebabnya harga menu Ocha Bento miring. Harga tempura dan teriyaki, misalnya, hanya Rp 2.500 per porsi. Adapun harga chicken katsu mereka patok Rp 4.000. Selain itu, ada juga paket menu dengan harga mulai dari Rp 8.500 hingga Rp 11.000 per paket. “Setiap hari, omzet penjualan kami mencapai rata-rata Rp 600.000,” kata Drivaroza.
Ocha Bento buka sejak pagi hingga malam hari. Lagi-lagi, kata Drivaroza, itu bagian dari strategi mereka. Kebanyakan pesaing Ocha Bento cuma buka pada malam hari. Kisah serupa menimpa kedai menu-menu ala Jepang yang lain, yaitu Ozeki Bento. Mereka juga membidik kalangan menengah ke bawah. Paket yang mereka tawarkan lebih beragam, misalnya Paket Hemat Rp 10.000, Paket Origi Rp 16.365, Paket Bento Rp 18.182, Paket Spesial Rp 20.000, dan Paket Origi Spesial Rp 20.455.
Ozeki Bento berdiri sejak November 2007. Saat ini, Ozeki sudah memiliki enam gerai dengan sistem kemitraan, di antaranya ada di ITC Ambasador dan ITC Depok, Mal Ciledug, serta di Bogor. Siti Nirharjanti, pemilik Ozeki Bento mengatakan, peluang bisnis dengan pangsa pasar menengah ke bawah cukup besar. "Omzet per hari yang didapat di tiap toko mencapai Rp 800.000," katanya.
Hanya butuh modal kecil
Memulai usaha kedai jepang ini tidaklah sulit. Modal yang dibutuhkan juga tidak terlalu besar. “Modal awal hanya Rp 4 juta untuk membeli peralatan memasak yang khusus untuk masakan Jepang,” kata Drivaroza. Modal itu tentu belum termasuk biaya sewa ruang serta perlengkapan kedai yang lain.
Untuk membuat masakannya juga tidak sulit, tak jauh beda dengan menu lain. Bumbu dan bahan masakan bisa didapat dengan mudah di pasar. Bisa juga, Anda menjadi pengusaha restoran Jepang dengan menjalin kemitraan dengan Ozeki Bento. Modal yang diperlukan Rp 80 juta di luar sewa ruang. Dana sebanyak itu untuk membeli hak waralaba Rp 35 juta selama lima tahun serta membayar peralatan memasak. “Usaha akan langsung bisa dimulai,” kata Panyuannor, Manajer Pemasaran Ozeki Bento.
Ozeki Bento akan menyediakan bahan masakan dan bumbu. Mereka juga akan memberikan pelatihan khusus pada koki selama sebulan. Tidak hanya itu, mereka akan menyediakan dua koki yang akan menjadi pendamping usaha ini.
Panyuannor menjanjikan, usaha tersebut akan mencapai balik modal paling lama pada tahun kedua. “Saat ini omzet outlet kami per bulan, minimal Rp 24 juta,” kata Panyuannor. Kata Panyuannor, investor akan lebih cepat kembali modal karena mereka tidak menerapkan royalti fee. Yang penting, standar rasa tetap bisa dipertahankan dengan bahan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News