kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hanya Eropa yang menuntut RSPO


Selasa, 06 Desember 2011 / 09:21 WIB
Hanya Eropa yang menuntut RSPO
Brie Larson mulai olahraga lagi untuk persiapan syuting film Captain Marvel 2.


Reporter: Bernadette Christina Munthe | Editor: Edy Can

JAKARTA. Meski Eropa belum bersedia mengakui sertifikasi minyak kelapa sawit lestari atau Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), eksportir minyak sawit atau crude palm oil (CPO) Indonesia tak gentar. Sebab, pasar andalan CPO Indonesia bukan Eropa, tapi China dan India.

Joko Supriyono, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengatakan, hanya negara Eropa yang masih menuntut pemakaian sertifikasi Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO), sementara pasar lain tidak. "Jadi kalau Indonesia menggunakan RSPO, itu hanya untuk kepentingan pasar Eropa saja," kata Joko kemarin.

Menurut Joko, yang lebih penting adalah Indonesia memiliki standarisasi perkebunan sawit sendiri yang diakui oleh pasar global. Sekadar menyegarkan ingatan, September lalu, Gapki memutuskan keluar dari RSPO. Bukan untuk memboikot, GAPI mendukung ISPO, yakni standar kelapa sawit berkelanjutan yang menggunakan peraturan Indonesia.

Frans Claassen, Direktur Product Board for Margarine, Fats and Oil dari Eropa, mengatakan, Pemerintah Indonesia harus membuktikan bahwa ISPO bisa diterima oleh pasar global. "Jika Anda produsen terbesar, bukan berarti Anda yang mengatur, melainkan perhatian yang tertuju dan tuntutan kepada Anda semakin besa, " ujar dia.

Untuk itu, Indonesia harus bisa membuktikan bahwa ISPO terpercaya dan sesuai dengan kriteria lestari. Agar bisa diterima oleh dunia, Frans menyarankan, pemerintah Indonesia dan pengusaha agar melakukan sosialisasi intensif mengenai ISPO. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga harus memberikan ISPO ke petani rakyat, bukan hanya memberikan sertifikasi ISPO pada perkebunan besar.

Apa yang dikemukakan Frans ada benarnya. Sebab, menurut data Kementerian Pertanian (Kemtan), pada tahun 2010 kemarin, tercatat luas perkebunan sawit di Indonesia mencapai 7,82 juta hektare (ha). Dari jumlah itu, perkebunan rakyat mencapai 3,31 juta ha atau 42,35% dari total luas kebun sawit. Lahan ini menghasilkan 7,77 juta ton CPO atau 39,17% dari total produksi CPO 2010 yang sebesar 19,84 juta ton.

Joko mengatakan, industri kelapa sawit memang harus dibangun secara lestari. Namun sertifikasi yang digunakan tak perlu menjadi soal karena keduanya mendukung industri kelapa sawit lestari.

Direktur Tanaman Tahunan Kemtan, Rismansyah Danasaputra menambahkan, ISPO lebih bertujuan melindungi kepentingan dalam negeri ketimbang kepentingan pasar. "Hingga kini, yang mendaftar resmi ISPO terus mengalir," ujarnya. Rencananya, sertifiksi ISPO mulai berlaku efektif awal tahun 2012.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×