Reporter: Mona Tobing | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BOGOR. Harga jagung yang terus menunjukkan tren kenaikan memicu kekhawatiran Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT). Jika harga jagung terus merangkak naik, pengusaha pakan ternak lebih memilih untuk impor. Toh, harga impor jagung juga dinilai sama dengan mendatangkan jagung dari Sulawesi.
FX Sudirman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak mengatakan, saat ini harga jual jagung Rp 3.200 per kg sampai Rp 3.500 per kg masih cukup masuk akal bagi pengusaha pakan ternak. Namun jika menuntut sampai Rp 5.000 per kg seperti yang terjadi di Gorontalo, harganya dinilai sudah tidak masuk akal.
"Siapa yang mau beli? Toh harga di kisaran Rp 3.500 per kg petani sudah untung hingga Rp 1.000 per kg," ujar Sudirman pada Selasa (26/8). Lebih lanjut Sudirman mengatakan, jika harga jagung lokal mahal, pengusaha pakan ternak lebih senang impor. Sebab, kata Sudirman harga jagung internasional juga hampir sama dengan harga jagung lokal.
Sudirman mencontohkan untuk mendatangkan jagung sebanyak 3 juta ton dari Amerika Serikat harganya mencapai US$ 1 miliar. Nilainya sama dengan jagung yang didatangkan dari Sulawesi atau Sumatera. Perbedaannya, kata Sudirman, hanya persoalan waktu atau kecepatan datang jagung. Secara kualitas tidak berbeda.
Sementara jika harga jagung sewaktu-waktu jatuh, GPMT menetapkan batas harga terendah pada enam daerah yang merupakan sentra pakan ternak. GPMT menyiapkan aturan khusus di enam daerah yang merupakan sentra jagung dan pakan ternak. Enam daerah yang merupakan sentra jagung dengan pakan ternak yakni: Lampung, Jawa Tengah,Jawa Barat, Jawa Timur, Medan dan Nusa Tenggara Barat.
Dari enam daerah tersebut pengusaha ternak menetapkan batas harga jual jagung terendah dikisaran Rp 2.500 per kilogram (kg) sampai Rp 2.800 per kg. Gunanya, saat harga jagung berada dititik terendah maka tidak akan merugikan petani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News