kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Harga telur meroket, Kementan diminta ikut bertanggungjawab


Sabtu, 21 Juli 2018 / 17:12 WIB
Harga telur meroket, Kementan diminta ikut bertanggungjawab
ILUSTRASI. OPERASI PASAR TELUR AYAM


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingginya harga telur maupun daging ayam ras semenjak bulan Ramadan disinyalir disebabkan juga karena adanya kelangkaan pakan ternak dalam proses produksinya.

Swasembada bahan pakan tak tercapai, yang pada akhirnya ini menyebabkan biaya produksi menjadi kian tinggi. Karena itu, Kementerian Pertanian (Kementan) diminta harus bertanggungjawab terhadap kenaikan harga ini.

Program upaya khusus (upsus) padi, jagung dan kedelai (upsus pajale) besutan Kementerian Pertanian pun nyatanya tak bisa sepenuhnya berkontribusi pada industri pakan.

“Problemnya bukan hanya masalah produksi, namun juga kontinuitas. Jangan dilihat ketika panen jagung, terus kita swasembada. Jagung masih diragukan bisa memasok kebutuhan industri pakan,” urai Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra Fatika, Jumat (20/7).

Untuk tahun ini, sasaran upsus adalah peningkatan produksi jagung menjadi 33,08 juta ton. Angka produksi ini bisa dicapai dengan dukungan program 4 juta ha lahan, alat dan mesin pertanian serta bantuan pembinaan.

Namun, Yeka menilai, konsistensi menjadi persoalan. Dia menganalisa, dalam setahun kebutuhan industri pakan hanyalah 8 juta ton. Jika dirata-rata, kebutuhan per bulan berkisar 660 ribu ton.

Namun, budaya petani yang menanam jagung, padi dan palawija secara bergantian tiap musim menyebabkan produksi jagung tak merata sepanjang tahun.

Pada saat yang sama, depresiasi rupiah juga turut mendorong lonjakan harga pakan. Hal ini karena bungkil kedelai masih harus didatangkan dari luar negeri.

Meroketnya harga telur sebulan terakhir juga disebabkan minimnya pasokan akibat berkurangnya populasi ayam petelur.

Menurut Yeka, berkurangnya jumlah pelaku usaha akibat banyaknya pelaku usaha skala kecil yang bangkrut ketika harga jatuh dua tahun lalu menjadi penyebab terpangkasnya populasi ayam petelur.

Ia memperkirakan, setidaknya 30% peternak ayam kecil yang terpaksa menutup usahanya akibat harga telur yang terlalu rendah.

Faktor lain yang lebih berpengaruh, adalah adanya penyebaran penyakit yang ditemui di beberapa sentra penghasil telur, yang menyebabkan tingkat kematian hingga 40%-100%. Selain itu, juga ditemui penurunan produktivitas ayam petelur akibat serangan penyakit.

Menurut Yeka, fenomena penurunan produktivitas ini terjadi setelah adanya larangan pengunaan antibiotic growth promoter (AGP). Penyakit yang menyebabkan produktivitas lebih massif dan inilah yang menyebabkan biaya produksi mahal.

Akibatnya, harga telur juga menjadi mahal. Tanpa adanya upaya dari pemerintah membenahi masalah ini, biayaproduksi akan tetap mahal dan berimbas pada harga telur,” jelasnya. Lagi-lagi, ini adalah kerja Kementerian Pertanian, yang diharapkannya lebih fokus.

Peneliti Indef, Ahmad Heri Firdaus mengungkapkan hal senada. Masalah mengenai pakan ternak ini terlihat dari kurangnya suplai jagung khusus untuk pakan ternak yang bisa dihasilkan dari dalam negeri.

Sementara itu, sudah sejak tahun lalu diketahui ada pembatasan impor jagung. Pembatasan mengenai impor jagung ini diputuskan lewat Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 57 Tahun 2015.

“Intinya masalah di pakannya ini cukup krusial. Itu berdampak terhadap outputnya, dalam hal ini adalah telur dan daging ayam,” ujar Heri di kesempatan berbeda.

Jika suplai pakan saja sudah langka, bisa dipastikan biaya produksi telur maupun ayam ras melambung tinggi. Pasalnya, komponen pakan dalam peternakan ayam maupun unggas lainnya bisa mencapai 20—30%.

Di sisi lain, mengharapkan suplai nasional jagung untuk pakan ternak ibaratnya bertaruh seorang diri karena kerap produksi jagung tidak berkelanjutan sepanjang tahun. Padahal, peternakan membutuhkan asupan yang tetap.

“Sementara impornya itu kadang dibuka, kadang ditutup. Akhirnya kalau ditutup, harusnya pastikan dulu pasokan lokalnya mencukupi tidak,” ujar alumnus IPB ini.

Untuk saat ini sendiri, rata-rata harga ayam ras secara nasional telah berada di angka Rp39.100 per kilogram. Sementara itu, harga telur ayam ras sudah mencapai posisi Rp 27.200 per kilogram.

Keduanya mendukung langkah pemerintah untuk bergerak cepat. Mengumpulkan para stakeholder terkait untuk bisa memastikan tidak ada masalah dalam pakan ternak hingga ke pendistribusian menjadi urgen dilakukan.

Intervensi pasar

Pelonggaran impor DOC juga perlu dilakukan untuk menambah populasi ayam. Intervensi Pemerintah Sebaliknya, terhadap kenaikan harga ini, pemerintah melakukan upaya.

Salah satunya, dilakukan oleh Menteri Perdagangan Enggastiasto Lukita . Mendag berupaya segera menurunkan harga telur. Salah satu caranya dengan intervensi pasar yang dilakukan kementeriannya.

Keputusan ini merupakan kebijakan yang diambil setelah Enggar menggelar rapat dengan para pengusaha perunggasan, mulai dari pengusaha pakan ayam, pengusaha ayam broiler sampai pengusaha telur dari berbagai daerah.

Dalam rapat tersebut, hadir pula Ketua Satgas Pangan Polri, Irjen (Pol) Setyo Wasisto. "Kami siapkan langkah intervensi pasar dengan meminta para integrator yang besar untuk mengeluarkan stoknya dan kami akan lakukan penjualan langsung di pasar jika harga tidak turun dalam seminggu," tutur Menteri Enggartiato.

Pemerintah mendesak para distributor telur ayam untuk menurunkan harga jual komoditas tersebut secara perlahan dalam waktu sepekan. Ini seiring kondisi pasokan yang sudah membaik usai Lebaran 2018.

Ia memastikan, mahalnya harga telur maupun ayam ras saat ini bukan disebabkan aksi penimbunan.

Hal ini lantaran kedua komoditas tersebut bukan barang yang tahan lama dan membutuhkan biaya untuk menahannya didalam peternakan atau gudang.

Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan para produsen sepakat turut mengurangi kadar obat-obatan pada ayam ternak.

Libur Lebaran juga dinilainya berpengaruh. “Dari sisi suplai ke pasar terjadi pengurangan yang disebabkan masa libur yang panjang. Ternyata mereka yang bekerja di peternakan ini mau cuti," ungkap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×