kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45891,58   -16,96   -1.87%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Importir Sapi Tunggu Syarat Impor Indukan


Rabu, 15 Januari 2014 / 07:10 WIB
Importir Sapi Tunggu Syarat Impor Indukan
ILUSTRASI. Hindari Begadang! Pahami 4 Penyebab Kantung Mata Makin Membesar


Reporter: Handoyo | Editor: Herlina Kartika Dewi

JAKARTA. Importir sapi bingung untuk memasukkan sapi indukan yang diwajibkan oleh pemerintah. Pasalnya, hingga saat ini belum ada sosialisasi seputar persyaratan dan peraturan dalam importasi sapi indukan.

Pengusaha hanya tahu selama ini importasi indukan sapi harus melalui health requirement protocol (HRP) atawa persyaratan kesehatan khusus. "Kami belum mendapat sosialisasi mengenai hukumnya, baik dari Kementerian Pertanian maupun dari Kementerian Perdagangan," ujar Johny Liano, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo), belum lama ini.

Asal tahu saja, Health Requirement Protocol adalah prasyarat wajib dalam kegiatan impor sapi indukan. Salah satu syaratnya, sapi indukan yang akan diimpor harus mendapat vaksinasi. Sapi indukan juga harus disuntik obat-obatan lain untuk memastikan sapi tersebut benar-benar aman masuk ke Indonesia.

Untuk memenuhi persyaratan impor tersebut, importir harus mengeluarkan biaya tambahan yang besar. Apalagi, saat ini pemerintah masih mengenakan bea masuk (BM) impor sapi indukan sebesar 5%. Sayangnya, Johny enggan merinci besarnya pembengkakan biaya operasional yang ditanggung oleh para importir untuk memenuhi syarat kesehatan ini.

Yang jelas, kata Johny, kini importir sapi indukan masih menghitung ulang rencana bisnisnya lantaran biaya produksi membengkak. Pasalnya, impor dan pengembangan sapi betina produktif membutuhkan waktu yang cukup lama. "Proses pengembalian modal bisa sampai dua tahun. Seharusnya pelaku usaha diberikan insentif pembibitan," kata Johny.

Pengembangan indukan sapi betina juga membutuhkan lahan khusus agar bisa memenuhi tingkat keekonomian. Menurut Johny, pengembangan indukan sapi betina produktif dengan pola feedloter atawa penggemukan sapi justru tak efektif. Nah, alternatif pengembangan indukan sapi betina produktif ini, tutur Johny, perlu diintegrasikan dengan perkebunan sawit.

Johny menggambarkan, bila sapi indukan dikembangkan di lahan sawit, harga anakan yang dihasilkan sekitar Rp 3 juta per ekor. Tapi, harga anakan sapi yang dihasilkan dari indukan yang dikembangkan di lokasi penggemukan sapi bakal naik menjadi Rp 7 juta per ekor. Rendahnya biaya produksi sapi yang terintegrasi dengan perkebunan sawit lantaran peternak tak perlu pakan tambahan lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×