kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   -10.000   -0,51%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Industri kapal desak pajak impor bahan baku 0%


Rabu, 13 Agustus 2014 / 17:28 WIB
Industri kapal desak pajak impor bahan baku 0%
ILUSTRASI. Pedagang melayani warga yang membeli telur ayam di Pasar Jaya, Jakarta, Senin (6/6/2022). (KONTAN/Fransiskus Simbolon)


Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Eddy Kurniawan Logam berharap pemerintah segera menghapus Pajak Pendapatan Nilai (PPN) dan Bea Masuk (BM) impor komponen kapal. Dengan penghapusan itu maka kapasitas produksi industri galangan kapal dalam negeri akan maksimal dengan utilitas 100%.

Data Iperindo menunjukkan, kebutuhan kapal dalam negeri rata-rata per tahun adalah 1,2 juta gross tonage (GT) atau bobot mati (berat keseluruhan plus muatan) setara 1,68 juta DWT (Dead Weight Tonage). Namun saat ini kapasitas produksi dalam negeri hanya sebesar 900.000 DWT per tahun dengan utilitasi sekitar 60%. 

Eddy menjelaskan, pembebasan pajak akan meningkatkan utilitas produksi menjadi seratus persen dalam dua tahun setelah pajak dibebaskan. "Selama ini pajak ini membebani kami sehingga menghambat pertumbuhan industri ini," ujar Eddy, Rabu (13/8).

Sekadar catatan, saat ini pelaku industri galangan kapal dalam negeri menerima pengenaan PPN sebesar 10% dan BM untuk komponen bahan baku produksi sebesar 5%-12,5%. Pajak-pajak tersebut membebani pelaku industri galangan kapal. "Dinegara lain diberikan insentif untuk industri galangannya, kita malah dibebani pajak," ujar Eddy. Perusahaan galangan kapal makin terbebani karena 70% bahan baku produksi masih harus diimpor.

Bahan baku yang harus diimpor antara lain permesinan seperti pompa, baling-baling, dan komponen elektronik seperti alat navigasi, komunikasi seperti GPS, dan lain-lain. Sisanya 30% di dapat dari dalam negeri seperti pelat baja, elektroda, dan lain-lain. "Kami masih harus impor komponen karena selain beberapa komponen belum bisa diproduksi, industri komponen kapal dalam belum cukup hitungan bisnis secara volumenya untuk memproduksi," terang Eddy.

Biaya mesin dan komponen tersebut mengantungi sekitar 60%-70% dari beban produksi. Beban produksi tersebut masih harus terkerek lagi karena pengenaan PPN dan BM tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×