Reporter: Agung Hidayat | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Tahun 2018 ditutup dengan ragam aksi merger dan akuisisi di dunia usaha tanah air. Baik skala menengah maupun besar, banyak perusahaan mengumumkan aksi korporasinya yang dinilai bakal mempengaruhi peta perekonomian dan jalannya industri di Indonesia.
Yang terbaru datang dari selesainya akuisisi saham PT Freeport Indonesia oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Perusahaan plat merah tersebut sah mengantongi 51,23% saham Freeport dimana sebelumnya hanya punya porsi 9,36% saja.
Proses akuisisi ini mendapat banyak sorotan dan menemui jalan yang cukup panjang. Alhasil BUMN Inalum rampung juga menyelesaikan pembayaran divestasi saham freeport senilai US$ 3,85 miliar.
Masih dari perusahaan plat merah, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) resmi mengumumkan mengakuisisi 80,6% saham PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) senilai US$ 917 juta atau sekitar Rp 13,47 triliun dari LafargeHolcim. Untuk membiayai akuisisi tersebut, SMGR menandatangani perjanjian fasilitas pinjaman dengan sejumlah bank asing senilai US$ 1,28 miliar.
Transaksi akuisisi tersebut ditarget selesai di Januari 2019 nanti. Sementara itu dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) baru saja memperoleh persetujuan pemegang saham untuk melakukan akuisisi empat anak usaha Pertagas sekaligus.
Adapun dana yang awalnya disiapkan untuk akuisisi 51% saham Pertagas sebesar US$ 1,2 miliar akan bertambah terhitung adanya penambahan jumlah akuisisi anak usaha Pertagas.
Sebelumnya PGAS menargetkan penuntasan akuisisi akan diselesaikan sebelum tutup tahun 2018. Seperti diketahui sebelumnya pada 27 September 2018, baik PGAS maupun Pertamina telah meneken berita acara pemenuhan persyaratan pendahuluan dan penyelesaian akuisisi Pertagas ditargetkan rampung pada akhir September 2018.
Lukas Setia Atmaja, Pengamat Korporasi menilai trend akuisisi ini memang tengah marak tidak hanya di Indonesia, namun juga dunia. "Pada umumnya, perseroan mengincar pertumbuhan ekonomi inorganik dengan cara menguasai bisnis yang telah jadi sebelumnya," ungkapnya kepada Kontan.co.id.
Selain itu perusahaan juga ingin mendapatkan sinergi dengan aksi tersebut, baik dari segi operasional maupun keuangan. Dari segi operasional, berpedoman pada efisiensi tentu lebih gampang jika produksi semakin besar dan banyak karena akan mempengaruhi biaya.
Sementara dari segi keuangan, sinergi yang diperoleh perusahaan tentu kemungkinan pendapatan bertambah dan peluang untuk mendapatkan pinjaman jadi lebih mudah. Selain itu, kata Lukas, akuisisi juga mengincar pasar kompetitor bisnis sebelumnya sehingga dipandang mampu mempercepat pertumbuhan perusahaan.
Adapun fenomena akuisisi dapat menjadi parameter bahwa ekonomi suatu negara tengah membaik. "Kalau ekonomi makro baik, biasanya m&a (merger dan akuisisi) juga akan marak terjadi," sebut Lukas.
Sebab untuk melakukan aksi korporasi tersebut dibutuhkan investasi yang tidak sedikit, serta terukur. Menurut Lukas, motivasi akuisisi didasari prospek ekonomi yang kian membawa dampak positif bagi unit usaha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News