Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Johana K.
JAKARTA. Sebagai negara kepulauan, industri maritim seharusnya menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, sejumlah kebijakan justru menjadi penghambat peluang tersebut. Salah satunya, soal tarif kepelabuhan.
"Kenaikan tarif kepelabuhan yang masuk kedalam PNBP (Penerimaan Negagara Bukan Pajak) sudah pasti menaikan beban operasional industri pelayaran," ujar Ketua Bidang Angkutan Cair Indonesian National Shipowners Association (INSA), Witono Suprapto, (18/5).
Menurutnya, tarif pelayaran cenderung turun. Tapi tarif kepelabuhan dan lainnya justru terus meningkat, termasuk tarif yang dipungut oleh otoritas transportasi yang masuk kedalam PNBP.
Informasi saja, soal kenaikan tarif kepelabuhan diatur dalam PP No. 11/2015 disebutkan semua tarif yang dikenakan di pelabuhan nonkomersial kepada para pengguna jasanya. Misalnya, jasa labuh di pelabuhan, di mana kapal angkutan laut niaga luar negeri kelas utama tarifnya US$ 0,115 per GT per kunjungan.
Sementara itu, untuk besaran tarif item yang sama yang berlaku sebelumnya diatur PP Nomor 6/2009 tentang jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Perhubungan. Dalam regulasi itu, kapal angkutan laut luar negeri yang melakukan kegiatan di pelabuhan umum dengan tujuan niaga tarifnya US$ 0,035 per GT per 15 hari.
Dia menambahkan, studi yang pernah dilakukan sebelumnya menunjukan, beban operasional industri pelayaran biasanya naik sekitar 3% setiap tahun. Tapi, dengan kenaikan tarif kepelabuhan, bebannya bisa naik lebih dari 5%.
"Kalau naiknya (beban operasional) sesuai dengan inflasi atau penyesuaian akibat adanya investasi yang masuk disitu, it's ok. Tapi, kalau naik diatas 3%, itu berarti ada sesuatu yang salah disitu," jelas Suprapto.
Padahal, industri pelayaran nasional masih menghadapi kendala soal bahan bakar minyak (BBM) yang juga menjadi bagian komponen biaya operasional. Beda dengan Singapura, Suprapto mengaku jika harga BBM industri pelayaran di Indonesia sangat tidak efisien.
Namun, untuk hal ini INSA tidak bisa berbuat banyak. Sebab, soal harga telah menjadi ranah Pertamina dalam penentuan harganya. "Kami, kan hanya pelaku, sejauh ini baru kami sampaikan secara informal ke DPR. Asal masalah tarif kepelabuhan sudah bisa diatasi saja itu sudah sangat baik," tambah Suprapto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News