Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Penjualan bahan bakar minyak (BBM) non subsidi jenis pertamax mengalami kenaikan sepanjang bulan Juni tahun ini. Kenaikan pemakaian pertamax tersebut terjadi di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi).
Merujuk kepada data dari PT Pertamina (Persero), penjualan pertamax naik 14% sampai 16% pada Juni 2012 dibandingkan Mei 2012.
Direktur Pemasaran dan Niaga, Hanung Budya mengatakan, penjualan pertamax dari depot ke SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) Mei 2012 mencapai 1,07 juta kiloliter. Kemudian bulan Juni 2012 (sampai tanggal 23 Juni), penjualan pertamax naik jadi 1,25 juta kiloliter.
"Untuk penjualan pertamax dari SPBU ke pelanggan, pada Mei sebesar 1,23 juta kiloliter, pada bulan Juni mencapai 1,4 juta kiloliter," kata Hanung.
Meski penjualan pertamax mengalami kenaikan, konsumsi premium secara nasional masih melebihi kuota subsidi yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara Perubahan (APBN-P) 2012.
Per Mei, realisasi subsidi mencapai 17,91 juta kiloliter, padahal kuota APBN harusnya 16,55 juta kiloliter. "Realisasi konsumsi 108% dari kuota yang sudah ditetapkan," kata Hanung.
Konsumsi nasional premium pada Mei mencapai 11,2 juta kiloliter sedangkan kuota APBN hanya sebesar 10,1 juta kiloliter. Begitu juga dengan konsumsi nasional solar pada Mei sebesar 6,1 juta kiloliter dari jatah APBN sebesar 5,7 juta kiloliter.
Hanya kerosin atau minyak tanah yang konsumsinya masih di bawah jatah APBN. Per Mei 2012, konsumsi kerosin sebesar 506 ribu kiloliter. Sementara kuota untuk subsidi kerosin di APBN dipatok sebesar 706 ribu kiloliter.
"Untuk premium memang sudah over kuota sebesar 10,8%, Sedangkan solar sudah over 8,3% hanya minyak tanah yang masih under," kata Hanung.
Jika kondisi ini dibiarkan, tanpa ada kebijakan pembatasan BBM subsidi, Hanung yakin subsidi BBM akan membengkak dari jatah yang ditetapkan.
Berdasarkan kuota APBN-P tahun 2012, Pertamina mendapatkan jatah penjualan BBM subsidi sebesar 39,8 juta kiloliter. Namun, Hanung memproyeksikan, jika tak ada program pengendalian BBM bersubsidi, volume subsidi bisa tembus mencapai 44,03 juta kiloliter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News