kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kadin setuju ada BK, tapi maksimal 30% saja


Kamis, 03 Mei 2012 / 07:30 WIB
Kadin setuju ada BK, tapi maksimal 30% saja
ILUSTRASI. Wisatawan penuhi tempat wisata


Reporter: Petrus Dabu | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) tidak keberatan dengan kebijakan pemberlakuan bea keluar (BK) 14 komoditas ekspor mineral mentah hingga 2014 nanti. Hanya saja, wadah para pengusaha Indonesia ini meminta agar besaran BK berkisar antara 20% hingga 30%.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan, Natsir Mansyur mengatakan, Kadin sangat mendukung upaya pemerintah untuk mengembangkan hilirisasi produk mineral di Tanah Air. Termasuk melalui mekansime BK untuk mengendalikan ekspor mineral sebelum 2014.

Hanya saja, Kadin meminta pemerintah tidak mengenakan BK yang terlalu besar atas produk-produk mineral ini. Pasalnya, aturan BK ini hanya dikenakan kepada perusahaan tambang pemegang Izin Usaha Produksi (IUP) yang rata-rata baru berproduksi pada 2010 dan 2011.

"Kita setuju ada BK. Cuma, keinginan kita antara 20-30% saja, karena pengusaha tambang mineral itu baru melakukan produksi. Kecuali kalau sudah berproduksi lima tahun, boleh dikenakan BK tinggi karena pengembalian investasinya atau cash flow-nya sudah bagus,"ujar Natsir kepada KONTAN, Rabu (3/5).

Natsir juga mengaku sudah bertemu dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik terkait BK mineral ini. "Kadin sudah berbicara dengan Menteri. Permasalahannya sekarang pembicaraan teknis di tingkat Dirjen yang terlambat," tandasnya.

Pemerintah sudah memutuskan akan mengenakan BK pada 14 komoditas mineral. Ke 14 mineral itu: tembaga, emas, perak, timah, dan timbal. Kemudian, kromium,molybdenum, platinum, bauksit, bijih besi, pasir besi,nikel, mangan, dan antimon.

Alasan pemerintah mengenakan BK, untuk mencegah eksploitasi sumber daya mineral secara jor-joran sebelum 2014. Pada tahun itu adalah batas akhir ekspor mineral dalam bentuk raw material sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.

Pemerintah sendiri rencananya akan mengumumkan beleid soal BK 14 komoditas mineral ini pada 6 Mei 2012. "Pemberlakuannya akan segera," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik.

Jero menambahkan, beleid yang mengatur soal BK ini nanti dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen). Beleid tersebut sekaligus untuk mengklarifikasi Permen ESDM No 7 tahun 2012 yang diterbitkan Jero Wacik pada 6 Februari lalu.

Permen ESDM No 7 tersebut di antaranya berisi larangan ekspor raw material komoditas mineral yang diproduksi oleh Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Nah, dengan Permen baru tersebut, pemegang IUP masih diperbolehkan ekspor tetapi dengan sejumlah persyaratan. "Mereka masih punya hak untuk mengespor sampai 2014, tapi memenuhi beberapa kritreria, harus terdaftar dia sebagai eksportir, selama ini kan tidak ada," tandasnya.

Berdasarakan informasi, besaran BK untuk 14 komoditas tambang mineral itu bervariasi, tapi kisarannya antara 20% sampai 50%.

IMA minta klarifikasi

Di lain pihak, Indonesian Mining Association (IMA) meminta kejelasan nasib Permen No 7 tahun 2012 yang melarang ekspor bahan mentah mineral. "Dengan rencana keluarnya keputusan pemerintah pada 6 Mei 2012 tentang Bea Keluar seharusnya akan segera ada klarifikasi lebih lanjut oleh pemerintah atas pelaksanaan Permen 7 tahun 2012," ujar Ketua Umum IMA Martiono Hadianto dalam siaran pers yang diterima KONTAN di Jakarta, Rabu (3/5).

Martiono mengatakan, IMA mengapresiasi rencana pemerintah untuk mengeluarkan dan memberlakukan keputusan pengenaan BK atas 14 komoditas ekspor barang tambang. Namun, IMA meminta pemerintah agar besaran BK ini ditentukan berdasarakan kajian yang komprehensif.

IMA meminta, dalam menetapkan besaran pajak ekspor atau BK, IMA berharap Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan terlebih dahulu melakukan kajian komprehensif terhadap beban fiskal perusahaan tambang. “Ini mengingat beban yang saat ini telah ditanggung perusahaan tambang secara rata-rata lebih dari 30% dari penerimaan kotor perusahaan," ujar Martiono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×