kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.444.000   1.000   0,07%
  • USD/IDR 15.340   65,00   0,42%
  • IDX 7.832   19,65   0,25%
  • KOMPAS100 1.193   8,54   0,72%
  • LQ45 967   7,57   0,79%
  • ISSI 228   1,17   0,52%
  • IDX30 493   4,42   0,90%
  • IDXHIDIV20 594   3,60   0,61%
  • IDX80 136   1,13   0,84%
  • IDXV30 139   0,76   0,55%
  • IDXQ30 165   1,38   0,84%

Kalah Bersaing dengan Branded, Hippindo Sebut Penjualan Fashion Turun 10% Semester I


Rabu, 11 September 2024 / 21:04 WIB
Kalah Bersaing dengan Branded, Hippindo Sebut Penjualan Fashion Turun 10% Semester I
ILUSTRASI. Penjualan ritel busana pada pusat belanja di Jakarta.


Reporter: Leni Wandira | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA  - Asosiasi Pengusaha Pusat Perdagangan Indonesia (Hippindo) mengungkapkan bahwa penjualan produk fashion di Indonesia mengalami penurunan sekitar 10% pada paruh pertama tahun ini. Produk lokal kalah bersaing dengan produk global.

Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, menjelaskan bahwa penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat dan persaingan dengan barang-barang dari luar negeri.

Menurut Budihardjo, banyak konsumen yang lebih memilih untuk membeli barang-barang global atau branded di luar negeri ketimbang di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh harga yang lebih tinggi di dalam negeri dan ketersediaan produk yang terbatas.

"Kebanyakan orang menunggu waktu yang tepat untuk belanja di luar negeri, karena harga di Indonesia lebih mahal," ujar Budihardjo kepada media KONTAN, Rabu (11/9).

Baca Juga: Penjualan Eceran Membaik di Agustus, Pengusaha Ingatkan Impor Ilegal Meningkat

Selain itu, Budihardjo juga menyoroti kesulitan yang dihadapi dalam mendapatkan barang dengan model terbaru di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa barang-barang baru dari brand global sering kali tidak tersedia atau terlambat dibandingkan dengan pasar luar negeri.

"Kalau kami bisa memenuhi kebutuhan ini dengan harga yang bersaing dan stok yang cukup, seharusnya kita tidak kalah dengan negara lain seperti Malaysia atau Singapura," jelasnya.

Masalah lain yang dihadapi adalah adanya barang impor ilegal yang dijual secara online, yang turut mengganggu pasar resmi. Budihardjo menyebutkan bahwa penjualan barang-barang fashion ilegal ini sering kali tidak membayar pajak dan mempengaruhi daya saing produk lokal.

Budihardjo menambahkan bahwa meskipun sektor fashion mengalami penurunan, sektor makanan dan minuman (FMB) masih menunjukkan kinerja yang baik.

"Penjualan makanan dan minuman masih stabil dan belum turun signifikan," imbuhnya.

Baca Juga: Kurangi Limbah Baju, Zara Bakal Tawarkan Layanan Baju Bekas di AS Bulan Depan

Dalam konteks pemulihan ekonomi pasca-pandemi, Budihardjo mencatat bahwa penurunan penjualan fashion terjadi sejak pandemi COVID-19 berakhir, dan hal ini berdampak pada daya beli masyarakat serta dinamika perdagangan global. Ia juga mencatat bahwa regulasi dan peraturan pemerintah yang baru, seperti revisi Permendag dan peraturan lainnya, turut mempengaruhi sektor retail.

Budihardjo berharap agar pemerintah dapat mempertimbangkan kebijakan yang lebih mendukung industri peritel domestik, termasuk pengawasan yang ketat terhadap barang impor ilegal dan regulasi yang lebih ramah bagi pengusaha lokal.

"Kami berharap pemerintah bisa fokus pada stabilitas ekonomi dan politik dalam negeri serta mendorong belanja di dalam negeri," pungkasnya.

 

Selanjutnya: Kejar Pertumbuhan Kinerja, Sariguna Primatirta (CLEO) Gencar Ekspansi Bisnis

Menarik Dibaca: 30 Twibbon Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 H yang Dijatuh pada 16 September 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×