Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Karena nila setitik rusak susu sebelanga. Peribahasa itu bisa jadi menggambarkan PT Kalbe Farma Tbk saat ini. Citra produsen obat itu tercoreng lantaran salah satu produk obat resepnya yakni Buvanest Spinal 0,5% Heavy bermasalah dan menyebabkan dua orang pasien meninggal dunia.
Atas kejadian itu, muncul larangan penggunaan Buvanest Spinal 0,5% Heavy. Perusahaan berkode KLBF di Bursa Efek Indonesia itu dipastikan tak akan mengantongi pendapatan dari penjualan obat resep itu.
Fokus menarik produk
Meski tak menampik kejadian itu berdampak negatif bagi bisnis, Kalbe Farma belum bersedia memerinci nilai kerugian. "Dalam keadaan seperti ini, nilai penjualan bukan hal yang menjadi fokus lagi karena saat ini yang terpenting adalah penyelesaian kasus tersebut," ujar Direktur Keuangan PT Kalbe Farma Vidjongtius kepada KONTAN, Kamis (19/2).
Dus, Kalbe Farma juga memilih fokus menarik produk tersebut dari pasaran. Lagi-lagi, perusahaan itu juga tak membeberkan volume Buvanest Spinal 0,5% Heavy yang harus ditarik kembali. Bahkan, sejauh ini tak ada tenggat waktu proses penarikan obat resep tersebut.
Manajemen Kalbe Farma mengklaim Buvanest Spinal 0,5% Heavy dari mayoritas cabang-cabang perusahaan itu telah masuk ke gudang pusat. Kabar terbaru, enam boks atau 1.080 ampul Buvanest Spinal 0,5% Heavy telah ditarik dari sejumlah rumah sakit di Jambi.
Yang pasti, Kalbe Farma memiliki banyak cabang. Website resmi Kalbe Farma, menyebutkan perusahaan itu memiliki cabang di 42 kota di dalam negeri. Antara lain Banda Aceh, Jakarta, Surabaya dan Makassar.
Sementara di luar negeri, Kalbe Farma memiliki sembilan cabang. Enam di antaranya ada di negara Asia Tenggara. Lalu tiga sisanya ada di Sri Lanka, Nigeria dan Afrika Selatan.
Kalbe Farma mengandalkan anak-anak perusahaan sebagai distributor. Seperti PT Enseval Putra Megatrading Tbk, PT Tri Sapta Jaya dan PT Enseval Medika Prima.
Selain menyelesaikan proses penarikan produk, Kalbe Farma belum memiliki rencana mengembalikan kepercayaan masyarakat. "Belum terpikirkan apakah akan rebranding Buvanest Spinal 0,5% Heavy karena intinya sekarang kami ingin proaktif jemput bola agar produk itu bisa secepatnya langsung dikirim kembali ke gudang pusat," kata Vidjongtius.
Laporan keuangan Kalbe Farma per 30 September 2014 menyebutkan jika total penjualan obat resep, dimana Buvanest Spinal 0,5% Heavy termasuk di dalamnya adalah Rp 3,2 triliun. Nilai penjualan domestik dan ekspor itu setara dengan kontribusi 25,10% terhadap total penjualan Rp 12,76 triliun.
Selain obat resep, Kalbe Farma memiliki tiga sumber pendapatan lain yakni produk kesehatan, nutrisi serta distribusi dan logistik. Kontributor terbesar adalah distribusi dan logistik yakni Rp 4,06 triliun (31,80%).
Lalu kontributor terbesar kedua adalah nutrisi sebesar Rp 3,33 triliun (26,06%). Di posisi ketiga adalah penjualan obat resep. Terakhir, kontribusi penjualan keempat adalah produk kesehatan Rp 2,17 triliun (17,04%).
Dikutip dari kompas.com, pada Jumat, 13 Februari 2015, beredar informasi jika dua orang pasien RS Siloam Karawaci meninggal dunia karena obat Buvanest Spinal atau Intratekal.
Belakangan diketahui obat itu diduga bukan berisi Bupivacaine yang berfungsi untuk membius tapi asam Traneksamat yang bekerja untuk mengurangi pendarahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News