Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kawasan Serpong, Tangerang Selatan, masih terus berkembang sebagai sebuah kawasan permukiman. Masih banyak kelebihan dimiliki Serpong yang membuat pengembang membidiknya.
"Fasilitas kotanya lengkap, mulai mal, rumah sakit, sarana olah raga dan ibadah, sekolah dan universitas, serta sarana komersial lainnya. Tangerang dan Serpong juga punya akses lengkap dari berbagai arah, ini memudahkan penduduknya bekerja dan beraktifitas ke mana saja, sehingga daya jualnya masih tinggi," ujar Direktur Utama PT Graha Nuansa Hijau, Gregorius Gun Ho, Rabu (9/12), terkait peluncuran perumahan Golden Park 2 @Serpong.
Saat ini, GNA Group, melalui anak usahanya PT Graha Nuansa Hijau, tengah membangun perumahan berskala mewah di lahan seluas 4,2 hektar. Investasi yang disiapkan Rp 100 miliar.
Proyek tersebut berada di selatan Serpong, tepatnya di kawasan Cisauk. Saat ini Cisauk menjadi area favorit baru bagi pasar properti dengan harga relatif sangat terjangkau. Selain itu kondisi alamnya juga relatif masih asri dengan kualitas udara yang lebih baik.
"Untuk infrastrukturnya, nantinya Cisauk akan ditunjang dengan rencana pengembangan stasiun Cisauk yang jaraknya dari proyek kami hanya dua kilo. Nantinya kereta akan menjadi transportasi utama untuk memudahkan komuter terhubung dengan berbagai kawasan di Jabodetabek," ujarnya.
Gun Ho menambahkan, jika infrastruktur terbuka, dipastikan harga kawasan akan terkerek naik. Saat ini ada 197 unit rumah yang ditawarkan Golden Park 2 @ Serpong mulai tipe Cedar dengan luas bangunan (LB) dan luas tanah (LT) 61/72 m2 (6x12) hingga tipe tipe Redwood 142/120 m2 (8x15). Harganya ditawarkan mulai Rp600 jutaan sampai Rp1,4 miliar.
Memang, beberapa tahun ke belakang, koridor barat melalui Serpong masih menjadi idola pengembang. Serpong menawarkan potensi mumpuni, baik untuk hunian maupun industri. Namun, seiring makin bertumbuhnya Serpong, semakin mahal pula harga lahan di sana.
"Untuk di Barat, Serpong masih menjadi primadona, tapi harga tanahnya sudah terlalu tinggi, yakni Rp 17 juta sampai Rp 20 juta per meter persegi," ujar Ali Tranghanda, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) dalam Media Brief di Jakarta, Kamis (6/11/2014) lalu. (Latief)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News