kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kegiatan eksploitasi migas bebas bea masuk dan PPN


Jumat, 26 April 2013 / 12:51 WIB
Kegiatan eksploitasi migas bebas bea masuk dan PPN
ILUSTRASI. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melorot 0,53% ke 6.616,03 pada Senin (15/11). IHSG tertekan beberapa saham big cap yang melemah.


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sandy Baskoro

JAKARTA. Untuk meningkatkan produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional, pemerintah memberikan insentif kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang telah memasuki tahap kegiatan produksi. Kemudahan pada kegiatan usaha eksploitasi hulu tersebut berupa bebas bea masuk impor dan bebas pajak pertambahan nilai (PPN).

Bambang Yuwono, Kepala Divisi Manajemen Resiko dan Perpajakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengatakan, insentif untuk kontraktor KKS tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan 70/PMK.011/2013 tentang Perubahan Ketiga atas Kepmenkeu Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk.

Dia mengatakan, mulai tahun lalu, insentif tersebut hanya diatur untuk kontraktor KKS yang masih dalam kegiatan eksplorasi sebagaimana yang diatur dalam Permenkeu Nomor 27/PMK.011/2012. "Mulai sekarang, baik eksplorasi maupun eksploitasi bebas bea masuk maupun PPN," kata dia kepada KONTAN, Kamis (25/4).

Bambang menjelaskan, adanya kemudahan usaha ini bertujuan untuk menjaga atau meningkatkan produksi migas nasional. Pasalnya, selama ini kontraktor mengeluhkan mahaknya biaya pajak untuk pengembangan areal wilayah kerja (WK) yang telah berproduksi.

Dalam suatu blok migas yang telah berproduksi, sejatinya tidak seluruh lahannya merupakan wilayah kerja (WK) eksploitasi dan terdapat areal lain yang masih dalam tahap eksplorasi. Namun, dalam aturan sebelumnya, kontraktor yang hendak mengembangkan areal tersebut tetap dikenakan bea masuk ataupun PPN.

Dia mencontohkan, besarnya PPN yang harus dibayar perusahaan ketika menyewa peralatan pengeboran (rig) yang didatangkan dari luar negeri bisa mencapai US$ 80 juta. "Besarnya pajak yang harus dibayar dihitung dari harga rig-nya yang mencapai US$ 800 juta , ini kan memberatkan pengusaha," kata dia.

Bambang mengharapkan, dengan adanya kemudahan ini rencana kegiatan eksplorasi migas maupun eksploitasi pada tahun ini bisa mencapai target. Di mana, SKK Migas merencanakan kegiatan pengeboran 258 sumur eksplorasi, 1.178 sumur development dan 1.094 sumur workover di sepanjang tahun 2013 ini.

Pada tahun ini, SKK Migas menargetkan penurunan produksi 0% dibandingkan dengan pencapaian di kahir tahun lalu sebesar 825.000 barel per hari (bph). Sepanjang Kuartal-I 2013, produksi rata-rata minyak mencapai 830.900 bph. "Peraturan ini diharapkan dapat memicu kembali gairah pelaku industri migas, untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi," ujar Bambang.

Dia menambahkan, sekarang ini pihaknya juga tengah merumuskan insentif lain berupa bebas pajak fasilitas bersama (sharing facilities) bagi perusahaan migas eksplorasi. Bambang bilang, keterlibatan Wakil Menteri Keuangan di jajaran komisioner pengawas SKK Migas diharapkan mampu mempercepat pelaksanaan pemberian insentif ini.

Sammy Hamzah, Vice President Indonesian Petroleum Association (IPA) mengatakan, pihaknya menyambut baik pemberian insentif ini lantaran akan meringankan pengusaha untuk mengembangkan lapangan produksinya. "Ini kan tentunya akan mengurangi biaya-biaya, kami tentu akan menyambutnya," kata dia.

Meski begitu, untuk peningkatan produksi sejatinya pemerintah harus lebih peka terhadap kesulitan pengusaha seperti pembebasan lahan maupun sulitnya perizinan.  Sammy bilang, pihaknya juga mengeluhkan masih berlakunya PP Nomor 79 Tahun 2010 yang dapat memberikan ketidakpastian kontrak lantaran memberikan peluang bagi pemerintah secara sepihak untuk mengubah porsi bagi hasil produksi migas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×