kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kembali berubah, subsidi untuk solar dialokasikan Rp 1.500 per liter pada tahun 2020


Kamis, 29 Agustus 2019 / 08:39 WIB
Kembali berubah, subsidi untuk solar dialokasikan Rp 1.500 per liter pada tahun 2020
ILUSTRASI. Pemilik jasa penyedia alat pertanian mengisi solar


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Subsidi untuk jenis bahan bakar tertentu, yakni minyak solar kembali berubah. Rapat Kerja (Raker) antara Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR RI menetapkan subsidi untuk solar pada tahun 2020 sebesar Rp 1.500 per liter.

Angka itu sama dengan hasil Raker pada 20 Juni 2019 lalu. Padahal, dalam nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2020, alokasi yang ditetapkan sebesar Rp 1.000 per liter.

Menteri ESDM Ignatius Jonan mengatakan, penurunan subsidi solar dalam RAPBN tersebut lantaran ada sejumlah alasan. Terutama karena asumsi penurunan harga minyak mentah dunia dan harga minyak acuan Indonesia alias Indonesia Crude Price (ICP).

"Kalau Brent jatuh (harga minyak turun) saya kira Rp 1.000 cukup subsidinya, jadi ini memang pertanyaan besar, tergantung harga minyaknya juga," kata Jonan dalam Raker yang digelar, Rabu (28/8).

Baca Juga: Sampai Juli 2019, realisasi subsidi non-energi mencapai Rp 24,1 triliun

Selain itu, Jonan mengatakan, dengan adanya penurunan subsidi solar sebesar Rp. 500 per liter, maka akan ada penghematan subsidi pada APBN sebesar Rp 7,5 triliun. Angka itu didasarkan pada asumsi volume minyak solar subsidi yang dialokasikan sebanyak 15,31 juta kilo liter pada tahun 2020.

"Ini untuk cara menghitungnya, alokasi minyak solar subsidi itu 15,31 juta kilo liter. Kalau subsidinya berkurang Rp 500, dari Rp 1.500 menjadi Rp 1.000, itu penghematannya di APBN untuk subsidi Rp 7,5 triliun," terang Jonan.

Namun, sejumlah anggota Komisi VII DPR RI mempertanyakan penurunan subsidi solar tersebut. Anggota Komisi VII Kardaya Warnika misalnya, berpendapat bahwa penurunan subsidi itu rentan membuat harga eceran solar naik signifikan.

Sehingga, dia meminta supaya subsidi solar kembali pada kesepakatan dalam Raker tanggal 20 Juni 2019, yakni sebesar Rp 1.500 per liter. "Menurut saya solar ini penting, industri dan rakyat banyak yang memakai, itu penggerak ekonomi. Jadi jangan Rp 1.000, tetap di Rp 1.500 saja, kalau nanti ada kenaikan (harga) masih ada ruang," katanya.

Baca Juga: Kadin bilang pengembangan kendaraan listrik butuh insentif

Adapun, terkait kenaikan harga eceran solar, Jonan memang belum dapat memastikan. Hanya saja, Jonan mengasumsikan, jika subsidi solar dipatok Rp 1.000 per liter dengan harga minyak mentah saat ini, kemungkinan akan terjadi kenaikan harga menjadi sekitar Rp 6.000 per liter, dari harga eceran solar saat ini yang dipatok Rp 5.150 per liter.

"Jika kita melihat harga sekarang, mungkin akan ada penyesuaian, ada kecenderungan harga eceran bisa Rp 6.000 per liter. Tapi itu bukan pasti, tergantung harga minyak mentah di tahun depan," ungkap Jonan.

Setelah melalui proses pembahasan yang alot, akhirnya Komisi VII DPR RI dan Kementerian ESDM menyepakati agar subsidi solar kembali ke angka Rp 1.500 per liter, sesuai hasil raker pada 20 Juni 2019 lalu.

Baca Juga: DPR setujui RUU APBN 2020 untuk dibahas lebih lanjut

"Ya kami sepakat bahwa subsidi terhadap minyak solar Rp 1.500 per liter, kembali tanggal 20 Juni 2019," kata pimpinan sidang yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Ridwan Hisjam.

Kendati begitu, sejatinya subsidi solar untuk tahun 2020 sudah mengalami penurunan Rp 500 per liter dibandingkan dua tahun belakangan ini. Sebagai informasi, pada tahun 2018 dan 2019, subsidi terbatas minyak solar ditetapkan sebesar Rp 2.000 per liter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×