Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Perusahaan Australia ternyata rajin juga membiakkan duitnya di sektor pertambangan di Tanah Air. Hingga saat ini, nilai investasi perusahaan tambang asal Australia mencapai Aus$ 5,3 miliar. Bahkan di sektor perdagangan komoditas barang tambang, nilai perdagangan Indonesia dan Australia mencapai Aus$ 13,5 miliar.
Sekarang ini, "Setidaknya ada 38 perusahaan tambang dengan 120 proyek yang beroperasi di Indonesia," ujar Duta Besar Australia untuk Indonesia Greg Moriarty, Selasa (17/4).
Salah satu perusahaan tambang asal Australia yang berinvestasi di Indonesia adalah PT Killara Resources. Chief Executive Officer Killara Ridwan Zachrie menuturkan, saat ini Killara memiliki tiga izin usaha pertambangan mangaan di Belu, Nusa Tenggara Timur. Luas tambang itu mencapai 5.934 hektare (ha). Saat ini tambang tersebut masih dalam tahap eksplorasi akhir. "Dalam satu tahun ke depan kemungkinan sudah akan berproduksi," jelas Ridwan.
Mengincar lima izin
Killara Resources saat ini sedang merencanakan untuk mendapatkan lagi setidaknya lima IUP untuk pertambangan emas dan batubara. Ridwan bercerita, kelima tambang yang akan diambilalih tersebut merupakan hasil seleksi atas 200 IUP. "Ada 10 IUP terbaik dan kami akan mengakuisisi lima di antara jumlah itu," terang Ridwan.
Seperti perusahaan tambang lainnya, Killara pun enggan mengambilalih IUP yang clean and clear, artinya IUP itu sudah bebas dari konflik hukum. Maklum, saat ini memang banyak IUP bodong yang diperjualbelikan.
Dari kelima izin yang akan diambil alih, dua izin merupakan tambang emas dan sisanya tambang batubara. Lokasi tambang emas tersebut terletak di Sumba, Nusa Tenggara Timur, dan di Pulau Wetar, Sulawesi Selatan. Sementara tambang batubara berada di sekitar Kalimantan dan Papua. "Yang akan segera rampung untuk konsesi batubara di Kalimantan dan Papua," tambah dia.
Sayangnya, Ridwan enggan menjelaskan secara detail berapa isi perut tambang emas dan batubara tersebut.
Dengan kepastian mendapatkan lima IUP tersebut, Killara pun telah menutup tawaran lelang yang dibukanya. Killara tinggal menunggu keputusan investasi final. Setelah kesepakatan akuisisi diteken, Ridwan menjelaskan, pihak Killara akan melakukan kunjungan langsung ke tambang. Dengan masa penilaian penawaran selama 9 bulan. Pihaknya memasang target, akuisisi secara resmi berlangung setahun kemudian.
Ridwan mengaku, mengakuisisi tambang di wilayah Papua menjadi tantangan tersendiri bagi Killara. Selain rentan konflik, infrastruktur di Papua masih jauh dari memadai jika dibandingkan dengan Kalimantan. "Membuka tambang di Papua yang paling berat adalah membangun infrastruktur jalan, jalur ke jeti, dan lainnya," jelas dia.
Namun, untuk mengatasi masalah konflik dengan penduduk setempat, Killara bertekad membangun masyarakat sekitar agar semakin maju. Termasuk juga akan mematuhi aturan pemerintah mengenai tambang termasuk pengolahan bijih. "Kalau aturannya begitu, akan kita ikuti," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News