kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kinerja Industri Plastik Tersengat Rupiah


Selasa, 03 September 2013 / 07:20 WIB
Kinerja Industri Plastik Tersengat Rupiah
ILUSTRASI. Benarkah Air Gula Bermanfaat untuk Tanaman?


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

JAKARTA. Ketergantungan pada bahan baku impor membuat para pelaku industri plastik mulai khawatir dengan tren pelemahan nilai tukar rupiah. Mereka memperkirakan penjualan plastik domestik bisa meleset dari target.

Wakil Ketua Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Budi Sadiman bilang, pebisnis plastik mulai kesulitan membeli bahan baku di tengah rupiah yang melemah. Selama ini, sekitar 50% bahan baku plastik masih impor. "Pelemahan rupiah membuat beban industri makin tinggi dan bisa berimbas ke penjualan," ujarnya.

Akibat kenaikan beban produksi, kata Budi, pelaku industri harus menyesuaikan harga jual produknya. Harga jual plastik produksi lokal rata-rata naik hingga 15% akibat rupiah merosot.

Selama Januari hingga Juli 2013, penjualan plastik domestik mencapai 2,2 juta ton, naik 7% ketimbang periode yang sama 2012. Semula, Budi memprediksi, konsumsi plastik domestik di 2013 bisa tumbuh 7,2% menjadi 3,2 juta ton. Tapi, jika pelemahan rupiah berlanjut, ia khawatir, realisasi konsumsi plastik domestik bakal meleset dari perkiraan.

Produsen kemasan plastik PT Indopoly Swakarsa Industry Tbk juga merasakan dampak pelemahan rupiah. Maklum, sebagian besar bahan bakunya masih diimpor dari China, Singapura, hingga Timur Tengah. "Harga resin misalnya, sudah naik sekitar 5% dibanding tahun lalu," kata Fransisca Putri, Investor Relations Indopoly Swakarsa Industry Tbk

Fransisca bilang, Indopoly harus menyusun strategi baru. Salah satunya dengan memperpendek jangka waktu kontrak pengiriman produk yang akan dijual. Jika umumnya industri melakukan kontrak pembelian tiap tiga bulan, kini waktunya kurang dari tiga bulan. Dengan begitu, Fransiska bilang, perusahaan bisa lebih leluasa menyesuaikan harga jual dengan mengikuti fluktuasi nilai tukar rupiah.

Budi bilang, kenaikan harga produk plastik domestik membuat banyak konsumen menunda pembelian. Di sisi lain, jika tak hati-hati, kondisi pasar yang terdistorsi memberi peluang bagi produk plastik impor terutama dari China untuk masuk ke pasar domestik. Apalagi, saat ini kondisi ekonomi China dan negara tujuan ekspor tradisionalnya tengah lesu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×