Reporter: Mimi Silvia | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Kalbe Farma Tbk berniat membesarkan bisnis minuman kesehatan. Kini, perusahaan tersebut bersiap membangun pabrik minuman kesehatan di Bekasi, Jawa Barat.
Vidjongtius, Direktur Keuangan dan Sekretaris Perusahaan PT Kalbe Farma Tbk menyatakan, nilai investasi proyek ini diprediksikan menelan antara Rp 500 miliar-Rp 1 triliun. Saat ini, perusahaan farmasi ini tengah menuntaskan proses penyiapan lahan pabrik.
"Ya, lahan dalam finalisasi," kata Vidjongtius kepada KONTAN, Senin (12/10). Vidjongtius menambahkan, pembangunan pabrik minuman kesehatan ini akan berlangsung mulai tahun 2016. Targetnya, proyek ini kelar dan beroperasi akhir tahun 2017 atau paling lambat 2018.
Pabrik baru minuman kesehatan ini akan melengkapi portofolio bisnis Kalbe Farma, terutama di bisnis makanan dan minuman. Maklum, saat ini Kalbe Farma juga sedang membangun dua pabrik susu di Sukabumi dan Cikampek yang ditargetkan beroperasi tahun 2016.
Di lini bisnis lain, Kalbe Farma juga membangun memulai pembangunan pabrik biosimilar di Cikarang dengan luas 1 hektare (Ha). Targetnya, pabrik ini beroperasi minimal tiga tahun lagi. Kalbe Farma mengucurkan Rp 800 miliar-Rp 900 miliar untuk proyek pabrik susu dan biosimilar tersebut.
Vidjongtius menyatakan, jika ekspansi tersebut berjalan lancar, Kalbe Farma bisa menambah lima sampai 10 produk baru, sehingga menopang pertumbuhan pendapatannya. Tahun ini, perusahaan berkode saham KLBF di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini menargetkan pertumbuhan penjualan 6%-7%.
KLBF belum merevisi target bisnis tahun ini, kendati situasi ekonomi dan bisnis sedang tak menentu dan potensial menghambat pencapaian target tersebut. Untuk menyiasati hal tersebut, Kalbe Farma berupaya melakukan efisiensi untuk mengimbangi perlambatan ekonomi.
Vidjongtius menyatakan, untuk mengatasi penguatan dolar Amerika Serikat (AS), mereka berhemat biaya over head. Saat ini, Kalbe Farma masih mengimpor 90% bahan baku produksi dan hanya 10% dipenuhi dari lokal. Toh, "Sebetulnya pengaruh (penguatan dollar terhadap kinerja) masih kecil," klaim Vidjongtius.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News