Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia meminta pemerintah untuk bergegas memperketat pengaturan bongkar-muat ikan di laut (transhipment) dan melibatkan nelayan dalam proses penyusunannya.
"Transhipment bukanlah barang haram dalam aktivitas usaha perikanan tangkap. Tidak saja di negara lain, bahkan dalam Peraturan Menteri KKP tentang Usaha Perikanan Tangkap sekalipun aktivitas ini dimungkinkan dengan menyertakan definisi penangkapan ikan dalam satukesatuan dengan aktivitas pengangkutan ikan. Maka melarang seluruh aktivitas transhipment menciptakan konflik di dalam kebijakan itu sendiri," kata Riza Damanik Ketua Dewan Pembina KNTI, dalam siaran pernya, Jumat (23/1).
Peraturan Menteri kelautan dan Perikanan terkait Usaha Perikanan Tangkat menyebutkan penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
"KNTI setuju dan mendukung pemerintah untuk memberantas transhipment 'abal-abal' yang merugikan negara, terutama untuk komoditas tuna. Namun perlu diingat, kepentingan mendasar dari transhipment adalah efektivitas dan efisiensi dalam penggunakan faktor-faktor produksi, utamanya Bahan Bakar Minyak. Di sinilah tantangan pemerintah: memilah dan memilih, hingga menutup rapat praktik transhipment abal-abal tadi," tambah Riza.
Terdapat 2 motif transhipment yang sangat merugikan bangsa Indonesia. Pertama, transhipment untuk membawa ikannya langsung ke luar negeri. Kedua, transhipment di dalam negeri, namun dimaksudkan untuk mengacaukan data pelaporan tangkapan yang menyebabkan terjadinya under-reporting atau pelaporan yang dimanipulasi.
"KNTI dapat memahami kebijakan yang diambil saat ini (melarang seluruh transhipment) sebagai kebijakan temporer atau sementara menuju pengaturan transhipment yang benar-benar menguntungkan rakyat Indonesia. Nelayan harus diajak berkonsultasi. Maksimum Maret atau April pemerintah sudah harus datang dengan pilihan kebijakan terbaik," tutup Riza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News