Reporter: Tim KONTAN | Editor: Ridwal Prima Gozal
KONTAN.CO.ID - Sebagai perusahaan energi nasional, PT Pertamina (Persero) menyadari pentingnya transisi energi untuk menjaga dari perubahan iklim. Oleh karena itu, Pertamina aktif mendukung upaya pemerintah dalam merespons perubahan iklim, terutama untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyampaikan, strategi transisi energi dijalankan Pertamina untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan target NZE Pemerintah Indonesia.
“Energi transisi Pertamina bisa mendukung pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus menguatkan peningkatan kemampuan Indonesia dalam menghadapi energi trilema,” ujar Nicke saat menjadi salah satu pembicara pada diskusi panel Advancing Energy Transition in Emerging Economies di ajang Indonesia International Sustainability Forum 2024 (IISF), 5 September 2024, di JCC Senayan, Jakarta.
Tantangan trilema energi yang dihadapi Pertamina adalah memastikan produksi minyak dan gas (migas) nasional berjalan optimal demi mewujudkan ketahanan energi (energy security) dan menjamin keterjangkauan harga (energy affordability), sekaligus menerapkan prinsip keberlanjutan (environmental sustainability).
Pertamina, lanjut Nicke, tetap menjaga ketahanan energi nasional sebagai prioritas utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertamina menerapkan strategi pertumbuhan ganda (dual growth strategy), yakni mempertahankan dan meningkatkan bisnis eksisting untuk menjamin ketahanan energi nasional dan pada saat yang sama mengembangkan bisnis rendah karbon.
Akan halnya komitmen Pertamina dalam mewujudkan NZE, dituangkan dalam Peta Jalan NZE yang berfokus pada strategi inisiatif dekarbonisasi kegiatan bisnis dan pengembangan bisnis hijau baru. Strategi inisiatif tersebut mencakup strategi jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang yang diwujudkan dalam tiga agenda besar.
Agenda besar pertama adalah mengubah operasional kilang menjadi kilang hijau (green refinery) serta pengembangan bioenergi. Kedua, pengembangan proyek karbon netral seperti proyek panas bumi dan hidrogen. Dan ketiga, mengembangkan inisiatif karbon negatif seperti proyek carbon capture utilization and storage (CCUS) dan nature-based solution.
Bio Refinery/Green Refinery
Pertamina mengembangkan kilang ramah lingkungan (bio refinery/green refinery) di unit pengilangan (Refinery Unit/RU) untuk produksi bahan bakar ramah lingkungan. RU IV Cilacap dikembangkan menjadi Green Refinery sejak Februari 2022. Unit ini mampu menghasilkan produk rendah emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Produk utama Kilang Cilacap adalah Green Diesel dengan bahan baku 100% terbarukan dan memiliki kandungan sulfur lebih baik dari Euro V. Kilang hijau ini juga telah memproduksi Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bahan bakar pesawat terbang ramah lingkungan, dengan kandungan bahan nabati dan kapasitas 9 KBPD (kilo barrel per day) melalui metode co-processing.
Kilang Cilacap merupakan contoh kilang terintegrasi yang sejalan dengan transisi energi. Kilang Cilacap saat ini telah menyelesaikan proyek green refinery phase 1. Pengembangan phase 2 bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengolahan Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) dari saat ini 3 KBPD menjadi 6 KBPD serta kemampuan untuk meningkatkan komponen nabati pada SAF.
Bioenergi
Pengembangan dan pemanfaatan bioenergi di berbagai sektor mendukung transisi energi. Pertamina juga terus mengembangkan bahan bakar bioenergi dari nabati seperti biodiesel, bioethanol, hingga SAF tersebut.
Pengembangan bahan bakar bioenergi yang dilakukan Pertamina selaras dengan program pemerintah menuju NZE pada 2060 atau lebih cepat. Di antaranya terkait implementasi biodiesel B35. Hal ini mendorong Pertamina menargetkan produksi biodiesel 13 juta ton per tahun.
Pada 1 Juni 2023, Pertamina melalui PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat melakukan penyaluran perdana Biosolar 35% (B35). Penyaluran B35 di 119 lokasi Terminal BBM di seluruh Indonesia turut menopang upaya dekarbonisasi Pertamina yang tidak hanya berhenti pada Cakupan 1 & 2, tetapi juga termasuk Cakupan 3. Penjualan produk biodiesel B35 Pertamina telah berhasil menurunkan emisi sekitar 28 juta ton CO2e per tahunnya.
Selain biodiesel, Pertamina juga tengah mengembangkan bioetanol yang diproduksi dari sampah biomassa, yaitu batang tanaman sorgum. Proses produksi bahan bakar nabati tersebut menggunakan peralatan distilasi dan dehidrasi yang terdapat di fasilitas Laboratorium Technology Innovation milik Pertamina.
Produk biofuel ini telah diuji coba pada ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS), di ICE BSD, 26 Juli 2024 dengan melakukan test drive menggunakan mobil Flex Fuel Vehicle (FFV) Toyota. Langkah Pertamina selanjutnya adalah melakukan peningkatan produksi bioetanol dari skala laboratorium ke skala yang lebih besar.
Sustainable Aviation Fuel (SAF) juga melengkapi portofolio energi bersih Pertamina. Perjalanan bahan bakar penerbangan ramah lingkungan ini diinisiasi sejak 2010 melalui Research & Technology Innovation Pertamina. SAF ini telah diproduksi oleh PT Kilang Pertamina Internasional Refinery Unit IV Cilacap sejak tahun 2021.
Melalui serangkaian uji coba, SAF Pertamina terbukti memiliki performa sama baiknya dengan avtur konvensional. Pada 27 Oktober 2023, SAF Pertamina pertama kalinya dicoba pada penerbangan komersil dari Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng ke Bandara Adi Soemarmo Surakarta pp. Produk SAF nantinya akan dipasarkan dan didistribusikan oleh subholding PT Pertamina Patra Niaga.
“Pertamina sudah siap dengan SAF. Dari sisi Pertamina Patra Niaga sudah memiliki lisensi Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) dan Renewable Energy Directive-European Union (RED-EU) agar dapat menjadi suplier atau menjual SAF. Upaya lainnya adalah Pertamina terus berproses dan upgrading dari sisi kilang agar ke depan menjadi green refinery supaya dapat optimal memproduksi SAF,” jelas Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha Pertamina A. Salyadi Saputra di Bali International Air Show 2024 yang digelar di Ngurah Rai International Airport, Bali pada 18 September 2024.
Inovasi lain Pertamina dalam bioenergi adalah Gas Alam Terkompresi (Compressed Natural Gas/CNG). Dengan kandungan gas alam yang dikompresi pada tekanan tinggi, CNG menawarkan energi alternatif yang bersih dan efisien dibandingkan bahan bakar konvensional seperti bensin atau solar.
PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai Subholding Gas Pertamina dan PT Pertamina Patra Niaga bekerja sama dalam pengembangan jaringan gas rumah tangga (Jargas Rumah Tangga) untuk mendukung transisi energi dari LPG ke CNG. Penggunaan gas untuk rumah tangga semakin digiatkan pada tahun 2021 dan hingga akhir tahun 2023 Pertamina telah membangun jaringan ini untuk 290.400 Sambungan Rumah. Para pengguna Jargas Rumah Tangga mengakui gas CNG PGN lebih ekonomis dan bisa 30%-50% lebih hemat.
Proyek geothermal dan hidrogen
Di era transisi energi, potensi geothermal atau panas bumi terus dikembangkan untuk menghasilkan listrik dari sumber energi terbarukan. Melalui PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), Pertamina menargetkan peningkatan kapasitas terpasang panas bumi dua kali lipat menjadi 1.108 Megawatt (1,1 Gigawatt/GW) hingga tahun 2026. Salah satu upaya PGE untuk meraih target kapasitas terpasang tersebut adalah menandatangani Joint Development Agreement (JDA) dengan PT PLN Indonesia Power (PLN IP).
Salah satu fokus utama JDA adalah pengembangan proyek co-generation di dua wilayah kerja panas bumi dengan memanfaatkan brine atau air panas hasil pemisahan uap untuk meningkatkan kapasitas produksi listrik.
"Kami berharap JDA ini dapat menjadi contoh bagi proyek-proyek energi terbarukan lainnya di Indonesia. Dengan sinergi dan kolaborasi yang kuat, kita bisa mencapai tujuan bersama untuk menciptakan masa depan energi yang lebih berkelanjutan," kata Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk Julfi Hadi.
Bisnis rendah karbon lainnya yang dikembangkan Pertamina adalah hidrogen ramah lingkungan. Hingga akhir tahun 2023, ada beberapa kerja sama yang dilakukan Pertamina terkait pengembangan hidrogen hijau. Di antaranya kerja sama Pertamina NRE dan Tokyo Electric Power Company Holdings, Incorporated (TEPCOHD) yang telah menandatangani nota kesepahaman pengembangan hidrogen hijau dan amonia hijau. Selain itu Pertamina NRE juga telah menandatangani Joint Study Agreement (JSA) dengan Chevron New Energies International Pte. Ltd. (Chevron New Energies) untuk pengembangan proyek hidrogen hijau dan amonia hijau di Kalimantan Timur.
Proyek Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS/CCS)
Dukungan Perseroan terhadap transisi energi di Indonesia juga dilakukan melalui pengembangan inovasi teknologi untuk dekarbonisasi operasional. Dekarbonisasi operasional Pertamina difokuskan pada pengembangan teknologi carbon capture utilization and storage (CCUS) atau carbon capture and storage (CCS).
Sampai dengan akhir tahun 2023, inisiatif menerapkan CCUS/CCS dilaksanakan melalui injeksi CO2 di Lapangan Gundih dan Lapangan Sukowati, serta project Huff & Puff (Pre-Pilot) di Lapangan Jatibarang. Teknologi tersebut mampu meningkatkan produksi minyak dan gas bumi sekaligus mengurangi emisi Gas Rumah Kaca. Selama tahun 2023, total volume CO2 yang diinjeksi mencapai 511 ton CO2e.
Saat ini, Pertamina tengah mengembangkan 11 proyek CCS dengan target kapasitas penyimpanan CO2 sebesar 7,3 gigaton dan tingkat injeksi sekitar 7 juta ton CO2 per tahun pada tahun 2030.
“Pertamina percaya bahwa melalui teknologi CCS, Indonesia dapat mencapai target NZE pada 2060 dan menjadi pemimpin dalam transisi energi di kawasan Asia,” tandas Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha Pertamina A. Salyadi Saputra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News