Reporter: Asnil Bambani Amri |
JAKARTA. Perundingan atau konsultasi pihak Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) terkait sengketa larangan rokok kretek di AS tidak mencapai titik temu alias gagal.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang mewakili Indonesia mengaku, rapat konsultasi 13 Mei lalu, belum memberikan penjelasan yang memuaskan pihak Indonesia atas keluarnya aturan larangan rokok kretek di AS.
“Kami menilai penjelasan itu belum memuaskan,” kata Gusmardi, Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan International, Kementerian Perdagangan, di Jakarta, Jumat (21/5).
Gusmardi bilang, pihak Indonesia menyatakan masih keberatan dengan kebijakan tersebut, karena rapat konsultasiyang dipimpin oleh dirinya itu belum menerima bukti ilmiah dari pihak AS sebagai pembuat kebijakan.
Konsultasi tersebut merupakan mekanimse perundingan dalam organisasi perdagangan dunia (WTO) sebelum dibawa ke sidang panel di DSB (dispute settlement body). Tapi ternyata dalam sidang konsultasi tersebut Indonesia belum mendapatkan alasan ilmiah dari kebijakan larangan rokok kretek yang dibilang lebih berbahaya dibandingkan rokok lainnya seperti rokok menthol. Sehingga, pemerintah Indonesia meminta adanya bukti ilmiah (scientific evidence) yang dinilai belum dijawab oleh pihak AS.
Dalam konsultasi tersebut pihak Indonesia tetap mempertahankan argumennya dan menilai kebijakan yang dikeluarkan AS tersebut sebagai kebijakan yang deskriminatif. Gusmardi menilai, disatu sisi rokok menthol diperbolehkan tetapi disisi lain rokok kretek terutama dari Indonesia tidak diperbolehkan beredar di negara Uwak Sam tersebut. “Ini bentuk deskriminasi, dan kita meminta AS berikan bukti rokok kretek jauh berbahaya dari menthol,” kata Gusmardi.
Larangan rokok kretek di AS disahkan pada bulan September 2009, sebelumnya pada bulan Agustus 2009 pemerintah Indonesia sudah menyampaikan keberatan informalnya kepada AS. Namun keberatan itu tidak ditanggapi dan AS tetap memberlakukan larangan rokok kretek di bulan September.
Dampaknya, ekspor rokok kretek dari Indonesia ke AS terhenti sejak diberlakukan kebijakan itu. Sehingga, pemerintah Indonesia melayangkan protes secara resmi ke WTO. Sedangkan proses sengketa di WTO mengharuskan kedua negara melewati proses konsultasi sebelum dilanjutkan ke sidang panel di DSB.
Nah, karena konsultasi tidak menemui titik temu, maka babak keduanya adalah memasuk sidang panel di DSB. “Kami akan berikan beberapa minggu kepada AS untuk memberikan jawaban spesifik,” kata Gusmardi.
Jika tidak ada jawaban dan penjelasan ilmiah yang spesifik yang diharapkan Indonesia itu, Gusmardi menyatakan kasus itu resmi dibawa ke sidang DSB WTO pada bulan Juli mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News