Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
AKARTA. Diam-diam, proses renegosiasi kontrak antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia dan PT Vale Indonesia mendekati tahap akhir. Yang mengejutkan, pemerintah akan kembali memperpanjang kontrak Freeport dan Vale. Yakni dua kali 10 tahun atau 20 tahun, sesuai dengan permintaan dua perusahaan itu. Ini artinya, kontrak karya Freeport tidak akan habis di tahun 2021 tapi hingga tahun 2041. Begitu pula dengan Vale, kontraknya tidak akan habis pada tahun 2025 tapi akan diperpanjang hingga 2045.
Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bilang, pemerintah akan mengabulkan permohonan perpanjangan kontrak Freeport dan Vale.
"Para pengusaha ini minta kepastian perpanjangan karena telah membenamkan dana investasi besar. Ini poin titik temu kami," ujar Sukhyar ke KONTAN, akhir pekan lalu.
Freeport semisal, sudah menyiapkan dana US$ 16,9 miliar hingga 2041 nanti. Perinciannya: sebesar US$ 9,8 miliar dibenamkan mulai 2012 hingga tahun 2021. Adapun sebesar US$ 7,1 miliar untuk investasi dari hingga 2041. Adapun Vale akan menggelontorkan dana investasi sebesar US$ 2 miliar untuk menambah kapasitas smelter serta membangun pelabuhan dan jalan.
Bukan hanya kontrak yang diperpanjang, beberapa poin juga telah disepakati. Salah satunya terkait divestasi. Tak seperti sebelumnya yang ngotot Freeport harus melepas 51% sahamnya, kini sikap pemerintah melunak. Dengan alasan lahan tambang Freeport di bawah tanah atau underground, kewajiban divestasi saham Freeport hanya 30%. Adapun Vale wajib melepas 40% sahamnya lantaran bisnisnya sudah terintegrasi dari hulu dan hilir.
Kata Sukhyar, kedua perusahaan itu akan melepaskan saham lewat replacement cost, yakni harga saham dihitung berdasarkan investasi perusahaan. Pemerintah pusat jadi pihak pertama yang harus mendapat penawaran "Bukan lewat bursa atau harga pasar, ya, " jelas dia. Sukhyar optimistis, renegosiasi kontrak akan rampung sebelum pergantian pemerintahan.
Apalagi, "Newmont juga tinggal soal penciutan lahan," ujar dia. Ladjiman Damanik, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) bilang, kebijakan pemerintah soal renegosiasi sejatinya jelas. "Yakni menguntungkan para investor asing saja," kata dia. Seharusnya, kepentingan negara dan rakyat lebih utama, ketimbang kepentingan lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News