kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KPPU kalah lawan PGN di Mahkamah Agung


Selasa, 02 Oktober 2018 / 21:23 WIB
KPPU kalah lawan PGN di Mahkamah Agung
ILUSTRASI. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya hukum kasasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali kandas di tingkat kasasi Mahkamah Agung.

Setelah gagal mempertahankan putusan soal kasus kartel ayam, nasib serupa pada kasasi KPPU soal perkara penetapan harga gas di Medan oleh PT Perusahaan Gas Negara (persero) Tbk (PGAS).

"Menolak permohonan kasasi dari pemohon Komisi Pengawas Persaingan Usaha; menghukum pemohon kasasi untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sebesar Rp500 ribu," kata ketua Majelis Kasasi Hamdi sebagaimana dikutip dari salinan putusan di laman Mahkamah Agung yang diunggah, Selasa (2/10).

Dalam pertimbangannya, Hakim Hamdi bilang dugaan KPPU keliru. Sebab, penetapan harga gas di Medan pada Agustus 2015-November 2015 merupakan implementasi regulasi, yaitu PP 30/2009 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Bumi.

Pertimbangan majelis kasasi kasus PGN, sejatinya serupa dengan perkara kartel ayam. Dua perkara bermula dari sebuah regulasi.

Di mana 12 perusahaan unggas yang menandatangani perjanjian pengafkiran parent stock (PS) sekadar mengikuti instruksi pemerintah. Dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.

Terkait penolakan kasasi dengan pola berulang, Komisioner KPPU Chandra Setiawan bilang, meskipun ada ketentuan yang memperbolehkan adanya monopoli, praktik monopoli tetap terlarang.

"Kalau melihat UU 5/1999 tentang Persaingan Usaha memang ada monopoli yang dikecualikan. Tapi tidak untuk praktiknya," katanya saat dihubungi Kontan.co.id.

Penjelasan Chandra seperti ini, bahwa benar misalnya ada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diperbolehkan untuk melakukan monopoli, namun tak berarti BUMN bisa menaikkan harga terlalu tinggi, atau membatasi pelaku usaha serupa.

Chandra menyebut hal ini sebagai penyalahgunaan posisi dominan, atawa abuse of dominant position.

"Dalam arti dia menyalahgunakan posisi dia sebagai monopoli dengan menetapkan harga yang excesive, menghambat orang lain untuk berusaha, mendiskriminasi harga di wilayah berbeda. Sehingga kemudian dia melakukan abuse of dominant position," paparnya.

Mengingatkan, 14 November 2017 KPPU memutuskan PGN melanggar pasal 17 UU 5/1999, lantaran menaikkan harga (excessive price) jual gas kepada konsumen industri di Medan.

Dari hitung-hitungan KPPU, atas tindakan tersebut, pelaku industri di Medan mengalami kerugian hingga Rp11,92 miliar. Atas putusan tersebut PGN kemudian diputuskan untuk membayar denda senilai Rp9,92 miliar.

Diputuskan bersalah, PGN kemudian mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Pada 1 Februari 2018, keberatan PGN dikabulkan, putusan KPPU kemudian dibatalkan.

Majelis Hakim Pengadilan Barat ketika itu menilai, KPPU tak berhak memeriksa perkara, sebab penetapan harga gas oleh PGN, bersinggungan dengan konsumen, bukan antar pelaku usaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×