Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Amailia Putri
JAKARTA. Kinerja PT Garuda Indonesia Tbk di kuartal pertama 2013 masih suram. Per Maret 2013, BUMN penerbangan ini mencatatkan rugi bersih. Kendati demikian, manajemen Garuda optimistis, perusahaan akan mencatatkan kenaikan laba bersih di akhir tahun.
Handrito Hardjono, Direktur Keuangan Garuda mengatakan, secara siklikal, kinerja kuartal I memang selalu negatif. Tetapi, pada akhir tahun, emiten berkode GIAA ini kerap berhasil mencetak laba bersih. "Bottom line (kuartal I-2013) kurang lebih sama seperti kuartal I tahun lalu, tidak banyak berubah," ujarnya, Jumat (26/4).
Handrito belum mau mengungkapkan angka pastinya. Pasalnya, laporan keuangan kuartal I-2013 Garuda (unaudited) baru terbit awal pekan depan. Namun, sebagai gambaran, pada kuartal I-2012, nilai rugi bersih maskapai pelat merah ini mencapai US$ 10,71 juta. "Biasanya akan membaik di kuartal dua dan seterusnya," tandasnya.
Jika melihat kinerja GIAA dua tahun terakhir, laba bersih baru bisa diperoleh pada semester dua setiap tahun. Berdasarkan laporan keuangan, di kuartal satu dan dua tahun 2012 dan 2011, GIAA selalu merugi.
Pada kuartal I-2011, kerugian Garuda tercatat sebesar US$ 19,1 juta. Kerugian berlanjut di kuartal selanjutnya. Di kuartal II-2012, nilai rugi bersih berkurang menjadi US$ 2,02 juta. Sedangkan, di kuartal II-2011 nilai kerugian mencapai US$ 22,39 juta.
Kemudian, di kuartal tiga dan empat, GIAA baru bisa mendulang untung. Handrito memproyeksikan, hingga akhir tahun, perusahaan bisa memperoleh kenaikan laba bersih. Namun, ia belum mau blak-blakan mengenai hal itu. Sepanjang 2012, laba bersih GIAA meningkat sebesar 73% menjadi US$ 110,59 juta.
Hedging bahan bakar
Salah satu penyebab Garuda selalu merugi di enam bulan pertama adalah tingginya beban usaha. Sementara, pendapatan yang diperoleh tidak leluasa mengompensasi beban itu. Salah satu komposisi yang ada di struktur beban adalah bahan bakar.
Handrito bilang, porsi bahan bakar terhadap beban usaha GIAA mencapai 37%. Maklum, bahan bakar avtur yang dipakai pesawat selalu mengikuti harga pasar.
Adapun untuk menyiasati masalah beban bahan bakar ini, perusahaan melakukan lindung nilai alias hedging bahan bakar. "Kami hedging sekitar 20% dari kebutuhan bahan bakar," kata Handrito. Tahun lalu, lanjut dia, total hedging yang dilakukan Garuna hanya sebesar 10%.
Terkait rencana penambahan armada tahun ini, Handrito bilang, semua berjalan sesuai rencana. Dari 24 tambahan pesawat baru tahun ini, perusahaan sudah berhasil mendatangkan sekitar enam pesawat. Handrito tidak mengatakan jenis pesawat tersebut secara detail. Hanya saja, 24 pesawat baru itu terdiri dari empat pesawat jenis Boeing 777-300ER, tiga pesawat jenis Airbus A330, 10 jenis Boeing 737-800NG, dan tujuh pesawat jenis Bombardier CRJ1000 NextGen.
Dengan tambahan armada baru itu, tahun ini, Garuda Indonesia akan memiliki 139 unit pesawat. Sebelumnya, manajemen GIAA mengatakan, tengah mencari pendanaan hingga US$ 600 juta. Dana itu akan digunakan untuk penyediaan armada baru dan pengembangan bisnis.
Untuk itu, perusahaan akan menerbitkan surat utang senilai Rp 2 triliun. Jika tidak ada aral melintang, kata Handrito, obligasi ini akan terbit pada Juni 2013 mendatang. Selain itu, Garuda juga tengah menyiapkan rencana menerbitkan saham baru melalui mekanisme rights issue.
Pada rapat pemegang saham (RUPS) kemarin, para pemegang saham telah menyetujui aksi korporasi itu. Garuda akan menerbitkan sekitar 10% saham baru atau sekitar tiga miliar saham baru. Dari aksi ini, perusahaan berharap bisa mengantongi dana segar sekitar US$ 200 juta. "(rights issue) bisa dilakukan tahun ini atau tahun depan, tergantung kondisi pasar," kata Handrito.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News