Reporter: Sofyan Nur Hidayat, Fransiska Firlana | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Kenaikan harga daging ayam selalu membayangi masa puasa dan perayaan Idul Fitri. Tahun ini harga daging ayam sudah bergerak dua bulan sebelum puasa.
Memang, kenaikan harga yang terjadi selama satu bulan terakhir masih seperti pemanasan. Dari pantauan KONTAN di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, harga ayam ratarata naik Rp 2.000 per kilgram (kg)–Rp 5.000 per kg, dari harga di bulan sebelumnya. Harga ayam broiler per ekor yang sudah dipotong dengan berat 1,2 kg–1,3 kg adalah Rp 27.000. Adapun banderol harga daging ayam fi let Rp 42.000 per kg.
Berhubung kedatangan bulan puasa dan Lebaran masih cukup lama, konsumen jelas cemas harga daging ayam bakal terus membumbung tinggi. Kekhawatiran itu merujuk ke tren harga ayam yang meningkat per minggu selama Mei. “Harga ayam naik, tapi saya tak bisa mengerek harga jual,” kata Herni, seorang pemilik warung makan.
Mengutip data Pusat Informasi Pasar Unggas, harga daging ayam broiler tingkat peternak di berbagai daerah mengalami kenaikan rata-rata 32% selama Mei 2013. Ambil contoh, harga ayam terendah di peternak wilayah Jabodetabek per April lalu yang masih sebesar Rp 12.500 per kg. Pada Mei ini, harga sudah Rp 16.500 per kg.
Ketua Umum Asosiasi Peternak Unggas Indonesia (Pinsar Unggas) Hartono, mengatakan, tren kenaikan harga daging ayam akan berlanjut hingga Lebaran nanti. “Pada masa puncaknya, harga ayam diperkirakan Rp 18.000 hingga Rp 19.000 per kg,” kata Hartono.
Kenaikan harga daging ayam itu tak lepas dari harga bibit ayam atau day old chicken (DOC) yang juga merambat naik. Harga per ekor DOC mencapai Rp 5.300, atau sudah naik 32,5% dari harga di bulan April, yaitu Rp 4.000 per ekor.
Hartono bilang, kenaikan harga ayam murni karena faktor supply and demand. Saat permintaan tinggi, harga pun naik. Ia mengingatkan, selama Maret–April terjadi penurunan permintaan daging ayam. Curah hujan yang tinggi di masa itu menyebabkan petani yang tidak dalam masa panen mengalami penurunan daya beli. Pekerjaan proyek-proyek pemerintah yang bisa mendongkrak konsumsi daging ayam juga baru mulai ramai di akhir April.
Permintaan ayam baru bangkit sejak bulan Mei. Konsumsi daging ayam secara nasional bulan ini diperkirakan mencapai 180.000 ton. Di bulan berikut, Juni–Juli, permintaan masih bisa naik 10% per bulan. “Konsumsi selama Agustus diperkirakan sama dengan Juli,” terang Hartono.
Sementara dalam satu tahun, Hartono memperkirakan konsumsi daging ayam mencapai 2 juta ton, atau naik 17,6% dari angka di tahun lalu yang sebanyak 1,7 juta ton. Konsumsi daging ayam di Indonesia per kapita per tahun, tahun lalu, berkisar 6,9 kg–7,2 kg. Angka itu diprediksi naik menjadi 7,6 kg–8 kg per kapita di tahun ini.
Produsen ayam tentu bersiap-siap menghadapi masa puncak konsumsi. “Pasokan ayam mampu mencukupi kebutuhan,” kata Wakil Direktur Utama PT Sierad Produce Tbk, Eko Putro Sandjojo.
Belum impas
Di balik kenaikan harga daging ayam, peternak sendiri sebenarnya tengah menanggung kenaikan biaya produksi ayam pada tahun ini. Akibatnya, kenaikan harga ayam yang terjadi saat ini sebenarnya belum cukup mengerek keuntungan para peternak. “Belum terlalu untung,” kata Eko.
Dalam hitungan Eko, peternak baru bisa mencapai titik impas alias break even point (BEP) saat harga berkisar Rp 14.800–Rp 15.500 per kg. Saat ini, harga ayam di Jakarta dar i peternak rata- rata Rp 15.000 per kg. Kondisi ini berbeda dengan tahun lalu ketika peternak bisa mencapai BEP pada harga ayam Rp 13.000/kg.
Tapi keuntungan peternak, kata Eko, juga tergantung dari efisiensi yang dilakukan oleh peternak. Sayangnya, berbagai biaya tambahan mengepung peternak hingga kenaikan biaya produksi sulit disiasati.
Salah satunya adalah kenaikan harga bahan pakan ternak. Harga jagung di awal tahun masih berkisar Rp 3.000/kg. Namun, pada bulan Mei harga pakan naik menjadi Rp 3.500/kg. Harga jagung masih tinggi kendati sudah musim panen.
Hartono menambahkan, peternak juga harus menghadapi berbagai kenaikan biaya, seperti tarif tenaga listrik (TTL), gas, dan upah buruh. Otomatis, harga pokok penjualan di tingkat peternak terkerek.
Namun, Eko justru menyebut biaya produksi yang bertambah dan kenaikan harga merupakan persoalan berbeda. “Penentu harga ayam adalah supply and demand,” tutur dia.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 35 - XVII, 2013 Peternakan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News