Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kementan) telah membentuk Tim Percepatan Penyediaan Daging, Susu, dan Telur berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 266 Tahun 2024.
Adapun arah kebijakan, program dan target pembangunan peternakan dan kesehatan hewan tahun 2024 yaitu menetapkan penyediaan protein hewan dengan target produksi daging sebanyak 4,71 juta ton, terdiri dari daging sapi, daging kerbau, daging kambing, daging domba, dan daging lainnya seperti unggas dan babi.
Yang terang, Rrencana program makan siang dan minum susu gratis atau makan bergizi gratis (MBG) yang diinisiasi oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih merupakan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas gizi dan kualitas hidup generasi mendatang, meningkatkan kesehatan anak dan menggerakkan ekonomi nasional ini pasti bersumber dari sub sektor peternakan dan sub sektor pertanian.
Baca Juga: Makan Siang Gratis Momentum Swasembada Daging & Susu, Realistis Apa Pesimstis?
Untuk itu, dari sub sektor peternakan, dibutuhkan susu segar sebanyak 1,18 juta ton untuk 24 juta siswa yang diperoleh dari sekitar 300.000 sapi. Saat ini, sudah ada komitmen 45 perusahaan dan koperasi yang akan mengimpor 1,01 juta ekor sapi perah.
Khudori, Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) mengingatkan, dalam percepatan produksi daging dan susu untuk mencapai swasembada tersebut harus dipikirkan skema kerjasama yang melibatkan banyak stakholder di dalamnya, terutama peternak rakyat.
"Jangan sampai peternak rakyat cuma jadi penonton saja, karena produksi daging maupun sapi ujungnya dikelola oleh perusahaan besar," tandasnya saat berbincang dengan KONTAN, Jumat (5/7/2024).
Baca Juga: Frisian Flag Bangun Pabrik Baru Senilai Rp 3,8 Triliun
Menurut Khudori, pelibatan peternak rakyat dalam program MBG yang merupakan janji politik presiden terpolih dalam Pilpres 2024 sangat penting demi menunjang keberhasilan swasembada daging dan susu. "Kebutuhan susu untuk program MBG ini sangat besar tentunya peternak susu perah harus dilibatkan dalam produksi," terang dia.
Sebab itu, skema kerjasama, pasokan bibit, perizinan usaha, hingga pembiayaan harus jelas dan berpihak kepada peternak rakyat. Selama ini, peternak sapi perah tidak banyak menikmati hasilnya karena tergantung pada industri pengolah susu (IPS) yang didominasi perusahaan besar.
"Artinya, harga susu segar ini sangat ditentukan oleh industri pengolah susu," ungkap Khudori.
Jika produksi susu perah dari peternak rakyat ini tidak digenjot dengan fasilitasi dan dukungan pemerintah, tentunya kebutuhan susu nasional kembali ditambal dari impor.
Nyatanya, pengusaha lebih senang impor susu karena harganya lebih murah ketimbang menyerap susu dari peternak mandiri. "Kita berharap peternak susu perah ini dilibatkan, sehingga tidak sebatas jadi penonton saja," ujarnya.
Baca Juga: Kemenperin Apresiasi Industri Olahan Susu Kucurkan Investasi Rp 3,8 Triliun
Khudori beralasan, pihaknya mendapat kabar jika nanti kebutuhan susu untuk program minum susu gratis ini akan dipasok oleh Frisian Flag, yang baru saja meresmikan pabrik anyar di Cikarang. "Pemerintah juga senyogiaya membangun pabrik untuk mengolah susu yang dihasilkan peternak rakyat," terangnya.
Untuk diketahui, FrieslandCampina dan Frisian Flag Indonesia (FFI) meresmikan pabrik susu yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat, Selasa (2/7/2024).Pabrik ini menelan investasi sebesar €257 juta (Rp3,8 triliun), merupakan investasi terbesar perusahaan induk FrieslandCampina di seluruh dunia untuk pabrik baru.
Pabrik susu ini memiliki luas 25,4 hektare atau setara dengan 35 lapangan sepakbola ini akan memproduksi 400.000 kilogram susu segar setiap hari untuk menghasilkan 700 juta kilogram produk susu setiap tahunnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News