Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lion Group terus menunjukkan dominasinya di pasar penerbangan Indonesia.
Sebelumnya, Indonesia National Air Carriers Association (INACA) mengatakan bahwa Lion Air Group seperti Lion Air, Batik Air, Wings AIr, dan Super Air Jet mendominasi pangsa pasar penerbangan domestik sebesar 62%. Sedangkan Garuda Indonesia dan Citilink hanya 27%
Menurut Analis Independen Bisnis Penerbangan Nasional, Gatot Rahardjo, dominasi Lion Group ini lebih mendekati monopoli daripada oligopoli karena perbedaan pangsa pasar yang signifikan antara Lion Group dan pesaing terbesarnya, Garuda Group.
Dalam perspektif konsumen, situasi ini mirip dengan monopoli pada produk lainnya. Konsumen sering kali tidak memiliki banyak pilihan, sehingga sulit untuk mengharapkan penurunan harga tiket. Namun, faktor harga tiket ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh struktur pasar. Gatot menegaskan bahwa biaya operasional yang tinggi, seperti harga avtur dan pajak bandara, menjadi penyebab utama harga tiket tetap mahal.
Baca Juga: 6 Rekomendasi INACAA Agar Pemerintah Bisa Turunkan Harga Tiket Pesawat Saat Nataru
"Sebenarnya bisa dibilang lebih mendekati monopoli, bukan oligopoli karena pangsa pasar keduanya berbeda jauh. Kalau persepektif konsumen tentu hampir sama dengan monopoli pada produk-produk yang lain," kata Gatot kepada KONTAN, Jumat (22/11).
Sementara itu, posisi Garuda Group di pasar penerbangan nasional menjadi dilema tersendiri. Sebagian besar saham Garuda dimiliki oleh pemerintah, tetapi keberadaan saham swasta karena status IPO membuatnya tidak sepenuhnya bisa dijadikan alat kebijakan negara.
Jika Garuda Group sepenuhnya dimiliki pemerintah, perannya sebagai pesaing utama Lion Group dapat dimanfaatkan untuk menciptakan keseimbangan pasar. Dalam kondisi seperti itu, pemerintah dapat menjadikan Garuda sebagai counter terhadap dominasi Lion Group, menciptakan efek yang mendekati persaingan sempurna.
Dalam persaingan sempurna, maskapai akan terdorong untuk melakukan efisiensi operasional guna menawarkan harga tiket yang lebih kompetitif. Namun, Gatot menekankan bahwa struktur pasar seperti monopoli atau oligopoli saat ini bukan satu-satunya kendala untuk menurunkan harga tiket.
"Garuda group bisa digunakan untuk sepenuhnya kepentingan negara sehingga walaupun oligopoli tapi dampaknya akan seperti persaingan sempurna karena ada peran negara di situ. Kalau terjadi persaingan sempurna, maka maskapai akan sebisa mungkin melakukan efisiensi operasional," jelasnya.
Dengan biaya-biaya yang terus meningkat dan pendapatan maskapai yang dibatasi oleh tarif batas atas, maskapai menghadapi tantangan besar untuk menurunkan harga tiket tanpa mengorbankan keberlanjutan bisnis mereka.
Dominasi Lion Group, di satu sisi, membawa efisiensi operasional melalui skala ekonomi yang besar. Namun, di sisi lain, keterbatasan persaingan menimbulkan risiko stagnasi dalam inovasi layanan dan penetapan harga.
Dengan mempertimbangkan dinamika ini, diperlukan regulasi yang lebih efektif untuk memastikan keseimbangan antara kepentingan konsumen dan keberlanjutan industri penerbangan nasional.
"Jadi, ada atau tidaknya monopoli atau oligopoli, kalau biaya-biaya masih tinggi, maka harga tiket tetap akan mahal. Karena prinsip ekonomi itu mencari keuntungan. Keuntungan bisa diperoleh kalau pendapatan lebih besar dari biaya. Kalau biaya tinggi, maka pendapatan harus lebih tinggi lagi, dan itu yang menyebabkan harga tiket mahal," pungkasnya.
Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) Siapkan Strategi Tingkatkan Pangsa Pasar Domestik
Selanjutnya: Kompak, Rupiah Jisdor Menguat 0,19% ke Rp 15.911 Per Dolar AS Pada Jumat (22/11)
Menarik Dibaca: Prakiraan Cuaca Besok di Bali, Denpasar Dominan Cerah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News