Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan pemerintah tidak akan memangkas produksi nikel pada tahun ini.
Keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan kebutuhan industri, keseimbangan pasar, dan dukungan kepada pengusaha lokal.
"Membuat Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) itu kan berdasarkan kebutuhan, ya. Pemangkasan belum ada. Yang ada itu adalah menjaga keseimbangan antara permintaan perusahaan terhadap RKAB dan kapasitas industri, serta memperhatikan juga adalah pelaku pengusaha lokal," kata Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (17/1).
Baca Juga: Tantangan Menyempitnya Ruang Fiskal
Bahlil menjelaskan, skema pengaturan RKAB tetap memberikan ruang bagi industri besar untuk memenuhi kebutuhan produksi mereka, namun di saat yang sama memastikan agar pengusaha lokal juga mendapatkan akses yang adil.
Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan mengajukan RKAB sebesar 20 juta ton untuk memenuhi stok pabriknya, pemerintah hanya akan menyetujui sekitar 60% dari total pengajuan tersebut. Sisanya, 40%, harus diambil dari masyarakat atau pengusaha lokal.
"Kalau industri, perusahaan A, mengajukan RKAB-nya 20 juta, contoh, kemudian dia untuk memenuhi stok pabriknya itu 20 juta, ya kita kasih dia mungkin 60%. Yang 40% dia harus mengambil yang masyarakat lokal. Kalau tidak, gimana masyarakat lokal mau jual ke mana?" jelas Bahlil.
Sebelumnya, Kementerian ESDM saat ini sedang mengevaluasi Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) untuk komoditas nikel. Kajian ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara produksi, kebutuhan industri, dan stabilitas harga di pasar.
Baca Juga: Buka Munas Aspaki, Luhut Tegaskan Sektor Kesehatan Harus Dukung Produk Lokal
“Jadi kita, saya bersama Dirjen Minerba dan tim dari kementerian lagi mengkaji berapa total kebutuhan nikel. Dari situ, kita bisa lihat RKAB-nya berapa, karena kita harus menjaga keseimbangan. Jangan sampai RKAB-nya diberikan lebih banyak, tetapi penyerapan di industri tidak sesuai,” kata Bahlil dalam Konferensi Pers di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (3/1).
Bahlil menegaskan, pemberian RKAB yang terlalu besar tanpa mempertimbangkan daya serap industri justru berpotensi menurunkan harga nikel di pasar. Dus, penurunan harga tersebut dapat merugikan pelaku usaha, termasuk penambang nikel.
“Bukan berarti semakin banyak RKAB itu semakin baik. Kalau semakin banyak kemudian harganya jatuh, ya kasihan teman-teman yang melakukan usaha penambangan nikel. Yang paling bagus itu RKAB-nya cukup, tapi harganya stabil dan bagus,” tambahnya.
Selain itu, Bahlil bilang evaluasi akan dilakukan untuk memastikan tidak ada RKAB yang melebihi kapasitas daya serap di tahun sebelumnya. “Nanti kita evaluasi lagi. Tapi kira-kira ilustrasinya seperti itu,” jelas Bahlil.
Baca Juga: Begini Rekomendasi Saham Emiten Nikel Untuk Hari Ini (15/1)
Di sisi lain, pendekatan serupa juga akan diterapkan pada komoditas lainnya, seperti batu bara, untuk memastikan keberlanjutan dan efisiensi industri.
Menurut Bahlil, keseimbangan antara permintaan dan penawaran dianggap sebagai kunci utama dalam menjaga stabilitas harga dan kelangsungan investasi di sektor tambang.
Selanjutnya: Pabrik HSM 1 Beroperasi Kembali, Krakatau Steel (KRAS) Kirim Pelat Baja Perdana
Menarik Dibaca: Makan Apa Jika Kadar Gula Darah Tinggi ya? Daftarnya Ada di Sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News