kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Menunggu Sinyal dari Vietnam


Selasa, 23 September 2008 / 20:23 WIB
Menunggu Sinyal dari Vietnam
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo (ketiga kanan) berbincang dengan delegasi EU-ASEAN Business Council di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (28/11/2019). Pertemuan itu membahas sejulah peluang kerjasama ekonomi kedua pihak. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pd.


Reporter: Nurmayanti | Editor: Test Test

JAKARTA. Para eksportir kopi dalam negeri sepertinya tak mau gegabah mengambil keputusan. Eksportir urung melempar produknya ke pasar karena menunggu kebijakan produsen kopi di Vietnam terhadap hasil panennya. Langkah yang biasa ditempuh eksportir Indonesia ini membuat kinerja ekspor kopi tertahan.

Vietnam merupakan pesaing Indonesia untuk komoditas kopi di pasar internasional. Dengan begitu, apa pun kebijakan Vietnam akan secara langsung berpengaruh terhadap harga kopi dunia. Rencananya, panen kopi Vietnam akan berlangsung pada September ini.

Sekretaris Eksekutif Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Rachim Kartabrata mengatakan, para eksportir kopi saat ini baru sebatas membeli kopi dari petani. "Mereka belum berani menjualnya karena menunggu panen Vietnam," ujar Rachim kepada KONTAN, Selasa (23/9).

Pengusaha dalam negeri memang sangat menunggu keputusan Vietnam terhadap hasil panen kopinya. Jika Vietnam memutuskan untuk menjual secara besar-besaran, harga kopi internasional akan rendah. Demikian pula sebaliknya, jika Vietnam menahan hasil panennya maka harga kopi akan melambung naik.

Rachim menjelaskan, kondisi perkembangan ekspor kopi Indonesia terbagi dua. Pertama berdasarkan pengapalan dan kedua penjualan. Yang dimaksud pengapalan, adalah ekspor kopi berdasarkan kontrak. Para eksportir harus mengirim kopi karena terikat kontrak. Sementara ekspor berdasarkan penjualan, adalah jika eksportir memutuskan untuk membuka kontrak ekspor baru. Sistem kedua ini yang belum terjadi saat ini.

Harga kopi saat ini, kata Rachim, cenderung turun. Sayang, Rachim mengaku tak mengetahui secara detail kondisi harga kopi saat ini. Ulah spekulan di  Vietnam dan Singapura diduga menjadi  penyebab harga kopi dunia terganggu.

Berdasarkan data Departemen  Perdagangan (Depdag), volume ekspor kopi Robusta Indonesia pada 2007 mencapai 312.086.393 kilogram (kg). Sementara untuk Arabika sebanyak 135.373 kg. Harga ekspor kopi sepanjang 2007, rata-rata US$3,2 hingga US$3,5 per kilogram, sementara tahun 2006 harga jual masih US$2,8 per kilogram. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×