kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meski belum cuan, tapi e-commerce menjanjikan


Sabtu, 23 Desember 2017 / 15:41 WIB
Meski belum cuan, tapi e-commerce menjanjikan


Reporter: Agung Hidayat, Anastasia Lilin Y, Andy Dwijayanto, Klaudia Molasiarani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tujuh tahun lalu, membicarakan bisnis e-commerce di Tanah Air boleh jadi seperti mempertanyakan peluang migrasi ke Planet Mars. Tak banyak yang bisa membayangkan, meski jejak bisnis tersebut sejatinya sudah ada jauh sebelum itu.

Bhinneka.com dan Kaskus adalah dua contoh pionir yang hadir sebelum era tahun 2000. Kini, semakin banyak korporasi gede yang terlibat bisnis jual-beli daring. Mereka rela bertaruh menggelontorkan dana miliaran rupiah, meski belum mengantongi cuan satu sen pun.

Aulia Ersyah Marinto, Chief Executive Officer Blanja.com, terang-terangan mengatakan, Blanja.com belum mengantongi untung. "Target finansial apapun bentuknya, mau profit atau yang lain, baru akan dipikirkan pemain e-commerce tiga sampai lima tahun lagi," katanya ke KONTAN, Rabu (20/12).

Padahal soal dukungan dan integrasi bisnis, Blanja.com nyaris tak kekurangan apapun. Perusahaan kongsi antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dengan eBay yang berdiri sejak tahun 2012 ini bisa memanfaatkan sumber daya kedua pemegang saham.

PT Elang Mahkota Teknologi Tbk atawa Grup Emtek juga masih membakar duit demi membesarkan sejumlah e-commerce. Sutanto Hartono, Wakil Direktur Utama PT Elang Mahkota Teknologi Tbk, mengakui, pengembangan e-commerce membutuhkan investasi dana yang tak main-main. "Siapapun player-nya, itu investment mode semua," tutur Sutanto, Senin (18/12).

Maka jangan heran kalau Grup Emtek tak sungkan berencana mencari dana publik lewat rights issue atau penerbitan saham baru dengan target dana maksimal Rp 4,86 triliun. Mereka berencana menggunakan sebagian dana untuk pengembangan bisnis e-commerce.

Masih membakar duit

Grup MNC juga belum pede berbicara soal kontribusi pendapatan e-commerce fesyen bernama The F Thing. Perusahaan milik Hary Tanoe itu berkilah, bisnisnya masih baru. The F Thing berdiri pada September 2016 dengan nama awal Brand Outlet. Mulai September 2017, Grup MNC mengubah nama dan konsep bisnisnya. Kini, target pasar The F Thing adalah generasi milenial.

Hendra Hermansyah, Chief Financial Officer The F Thing, mengatakan, kontribusi The F Thing terhadap Grup MNC adalah dalam bentuk melengkapi portofolio bisnis. Dengan begitu, nilai Grup MNC di mata investor bakal lebih tinggi. Sementara kontribusi nilai pendapatan The F Thing masih nihil.

Sebelum The F Thing, Grup MNC sebenarnya pernah menjajal peruntungan dengan Rakuten, perusahaan e-commerce asal Jepang. Namun, perbedaan visi mengantarkan pada penghentian joint venture di 2016. Saat ini, Grup MNC juga tercatat punya Misteraladin.com.

Hendrik Tio, pemilik dan Chief Executive Officer Bhinneka.com, yakin, pengembangan bisnis e-commerce tak akan sia-sia. "Ke depan bisnis digital tetap marak, enggak usah diapa-apain juga tumbuh," katanya kepada KONTAN, Rabu (20/12).

Oleh karena itu, maka tidak aneh kalau para konglomerat masih bersedia membakar duit di bisnis e-commerce ini. Grup Salim misalnya, membentuk joint venture dengan Grup Lotte lewat bendera PT Indo Lotte Makmur, atau iLotte, pada Oktober 2017 lalu. Kedua perusahaan masing-masing merogoh kocek sekitar US$ 50 juta. Andy Dwijayanto, Klaudia M., Agung H., Anastasia Lilin Y.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×