Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keran ekspor batubara ke Amerika Serikat (AS) terbuka lebar usai Presiden Donald Trump mengumumkan bakal meningkatkan produksi listrik dari bahan bakar fosil.
Meski jumlahnya tidak banyak, kabar ini menjadi angin segar bagi industri pertambangan batubara di Tanah Air usai gempuran beban-beban yang harus dipikul penambang, menyusul bakal berlakunya kenaikan tarif royalti mineral dan batubara.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Fathul Nugroho mengatakan, potensi ekspor batubara ke Amerika Serikat (AS) menyusul pengumuman Presiden Donald Trump yang berencana menggenjot produksi listrik dari bahan bakar fosil, termasuk batubara.
Meski kebijakan Trump tersebut membuka celah pasar, tantangan seperti dominasi batubara domestik AS dan biaya transportasi yang tinggi akan menjadi penghambat utama.
“Peluangnya ada, tetapi tidak besar, karena pada tahun 2024 AS hanya mengimpor batubara sekitar 6 juta ton pada tahun sebagian besar dari Kolombia (60,7%) dan Kanada (33,3%), serta tidak ada dari Australia dan Indonesia," kata Fathul kepada Kontan, Kamis (20/3).
Namun, disampaikan Fathul, apabila Indonesia berkeinginan untuk ekspor batubara ke AS, ada dua peluang utama yang dapat dimanfaatkan, pertama harga kompetitif, batubara termal Indonesia (kalori 4.200-5.000 kcal/kg) bisa bersaing untuk pasar di wilayah pesisi Timur AS yang jauh dari tambang domestik, seperti Florida dan Georgia, di mana biaya transportasi batubara lokal lebih mahal.
Kedua, sejumlah PLTU di AS telah mengadopsi teknologi ultra-supercritical yang mampu memproses batubara kalori rendah.
“Ini peluang untuk low-rank coal Indonesia,” tambah Fathul.
Namun, sekali lagi peluang ini terbatas, karena impor batubara AS yang hanya 1-2% dari total konsumsi (6 juta ton pada 2024).
Senada, Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) ICMA Gita Mahyarani mengungkapkan, beberapa tahun belakang ekspor batubara ke AS tidak banyak hanya berkisar 1% saja.
"Untuk itu, prospek ekspor batubara ke AS belum bisa dilihat sebagai peluang besar. AS sendiri juga memproduksi batubara, impor batubara AS setengahnya lebih dipasok oleh Kolombia dan Kananda.
Peluang yang sedikit tersebut, kata Gita, harus menghadapi tantangan seperti biaya logistik yang mahal, mengingat jarak tempuh Indonesia ke AS cukup jauh.
Setali tiga uang, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengamini bahwa ekspor batubara Indonesia ke AS kecil. Terlebih, jarak angkut cukup jauh dari Indonesia.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menambahkan, kabar AS bakal mengandalkan energi fokus untuk pembangkit listrik menjadi prospek yang baik untuk industri batubara.
Namun, Ia menyoroti tantangan ekspor batubara ke AS seperti regulasi yang ketat, transportasi yang jauh dan biaya tinggi, serta sertifikasi dan kualitas batubara.
Berdasarkan data terbaru dari Energy Information Administration (EIA) AS yang dirilis pada Februari 2025, produksi batu bara AS dalam periode Januari–September 2024 mencapai 384.131 ton. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama pada 2023, yang mencatat produksi sebesar 437.122 ton. Secara keseluruhan, produksi batu bara AS sepanjang 2023 mencapai 577.954 ton.
Selanjutnya: Magalarva Ekspor Pakan Hewan dari Limbah Organik ke AS
Menarik Dibaca: Magalarva Ekspor Pakan Hewan dari Limbah Organik ke AS
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News