Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Rencana pemerintah mengenakan bea keluar batubara terus mendapat kecaman. Masyarakat Pertambangan Indonesia (MPI) menyatakan, bea keluar untuk komoditas batubara tidak akan efektif untuk membatasi ekspor batubara dan meningkatkan pendapatan negara.
Agar polemik ini tidak berlarut-larut, MPI merekomendasikan penyamaan biaya royalti yang sama antara Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan Kuasa Pertambangan (KP) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Herman Afif, Ketua MPI mengatakan, saat ini, biaya royalti antara pengusaha batubara tidak sama. Biaya royalti untuk KP dan IUP masihsebesar 6,5%. Sedangkan biaya royalti untuk PKP2B sebesar 13,5%. "Kalau royalti itu disamakan, KP-KP yang sekarang tidak bisa semena-mena lagi. Selain itu juga negara mendapatkan tambahan pendapatan," kata Herman Afif, Selasa (22/5).
Menurut Herman Afif, untuk mengelola pertambangan bukan dengan cara menaikkan cukai atau pajak, tetapi melakukan pembinaan terhadappengusaha pertambangan dan menegakkan hukum.
"Adanya pembinaan, pemerintah harus melakukan pengawasan sehingga perusahaan-perusahaan tambang yang nakal harus dihentikan," kata Herman. Dengan penegakan hukum, pengusaha akan membayar royalti dengan benar sehingga pendapatan negara juga bertambah.
Selain itu, kata dia, untuk mengendalikan ekspor batubara tidak bisa dengan cara fiskal, namun pemerintah pusat harus membatasi ekspor dengan menggunakan sistem kuota. Penerapan sistem kuota ini diberlakukan ketika perusahaan tambang mengajukan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) kepada pemerintah.
Dengan pembatasan sistem kuota, diharapkan produksi batubara di dalam negeri juga ditekan. Dengan demikian, cadangan batubara dalam negeri umurnya masih panjang.
Saat ini, pemerintah hanya memberlakukan perusahaan pertambangan batu bara untuk memasok batubara sebesar 25% ke dalam negeri. Setelah kewajiban domestiknya terpenuhi, perusahaan tambang boleh melakukan kegiatan ekspor.
"Akibatnya perusahaan tambang memenuhi kewajiban domestiknya baru kemudian akan melakukan ekspor sebanyak-banyaknya," ungkap dia.
Eddy Prasodjo, DirekturPembinaan Usaha Batubara, Ditjen Mineral dan Batubara, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, pemerintah masih melakukan pembahasan tentang BK batubara. "Belum ada keputusan, nanti sajalah kalau sudah ada keputusan," kata Eddy singkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News