Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Newcrest Mining Limited siap untuk mendivestasikan 26% saham PT Nusa Halmahera Minerals (NHM). Buktinya, penawaran kepada sejumlah perusahaan nasional telah dilakukan oleh perusahaan yang mayoritas sahamnya masih dimiliki oleh perusahaan tambang asal Australia tersebut.
Mengacu pada amandemen Kontrak Karya (KK) NHM pada Juni 2018 lalu, perusahaan yang memiliki tambang emas di Gosowong, Maluku Utara itu mesti mendivestasi sahamnya kepada pihak nasional hingga 51%. Tenggat waktu divestasi iberlangsung paling lama dua tahun setelah amandemen KK berlangsung.
Saat ini, kepemilikan NHM masih didominasi oleh Newcrest Mining Limited sebesar 75% dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) sebesar 25%. Sehingga, ada 26% tersisa yang harus didivestasikan kepada pihak nasional.
Dalam hal ini, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saifulhak mengatakan bahwa pihaknya mempersilakan jika Newcrest atau NHM melakukan aksi korporasi untuk menawarkan saham divestasi sebelum jatuh tempo terjadi. Bahkan, Yunus pun mengatakan bahwa saat ini upaya penawaran tersebut sudah dilakukan, termasuk untuk menawarkan kepada Antam.
"Ini sedang proses, aksi korporasi, dan sudah menawar-nawarkan ke berbagai perusahaan. Termasuk salah satunya ke BUMN, Antam" kata Yunus saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Senin (4/3).
Yunus bilang, proses divestasi NHM ini pada prinsipnya sama dengan PT Vale Indonesia (INCO) yang masa divestasinya jatuh tempo pada Oktober 2019 nanti. Perbedaannya, sambung Yunus, INCO sudah melaporkan secara resmi terkait dengan kesediaan dan proses divestasi yang akan dilakukan, sedangkan Newcrest atau NHM belum memberikan laporan resminya kepada Kementerian ESDM.
Kendati demikian, aksi korporasi berupa penawaran saham tetap sah dilakukan, asalkan sebelum waktu jatuh tempo, sudah ada laporan resmi kepada Kementerian ESDM. "(Proses) sama seperti Vale. Cuman Newcrest belum secara resmi melaporkan kepada kita. Nanti dia melaporkan supaya bisa diberlakukan sebagai divestasi," ujar Yunus.
Hingga berita ini diturunkan, Kontan.co.id berupaya untuk melakukan konfirmasi kepada pihak NHM melalui surat elektronik. Sayangnya, pihak NHM belum memberikan jawaban. Hanya saja, Direktur Utama Antam Arie Prabowo Ariotedjo, tak menampik bahwa pihaknya telah aktif untuk bernegosiasi dalam proses divestasi ini. Bahkan, Arie mengatakan bahwa saat ini Antam sedang menunggu hasil kajian independen dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) atas valuasi NHM.
"Apabila nantinya sesuai, baik dari hasil valuasi dan harga, maka Antam berkemungkinan untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya," kata Arie ke Kontan.co.id, Senin (4/3).
Asal tahu saja, ternyata tak hanya Antam yang sudah ditawari untuk menyerap 26% saham divestasi ini. Buktinya, Direktur J Resources Asia Pasifik Edi Permadi mengatakan bahwa pihaknya pernah ditawari untuk menyerap saham NHM tersebut.
Namun, J Resources menyatakan tidak berminat karena lebih memilih fokus untuk mengembangkan tambang emas Doub di Sulawesi Utara dan Pani yang berlokasi di Gorontalo. "Pernah ditawari, cuma kita tidak berminat. Kami masih mengembangkan Doup dan Pani," kata Edi.
Yang jelas, langkah tersebut sah-sah saja dilakukan. Lebih lanjut, Yunus Saifulhak mengatakan apabila proses divestasi dengan total 51% kepemilikan nasional sudah dilakukan sebelum masa jatuh tempo, maka pemerintah tinggal menunggu laporan resmi dari Newcrest atau NHM.
Akan tetapi, jika sampai batas waktu divestasi belum juga terjadi, maka pemerintah akan campur tangan, dengan membentuk tim divestasi dan ada proses berjenjang yang harus dilalui. Yakni dengan melakukan penawaran terlebih dulu ke pemerintah, dan jika tidak berminat, maka penawaran dilanjutkan ke pemerintah daerah. Dengan kata lain, penawaran diprioritaskan lebih dulu ke BUMN dan BUMD sebelum ke perusahaan swasta nasional.
"Begitu urutannya. Tapi kalau belum ketemu jatuh tempo dia sudah menyelesaikan itu (divestasi), berarti dia tidak perlu banyak berproses dengan pemerintah," tandas Yunus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News