Reporter: Dani Prasetya | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Produk jamu dan obat tradisional asal Indonesia sulit menembus pasar ekspor, lantaran tidak memenuhi standar kualitas internasional untuk bahan baku.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia (GP Jamu) Charles Saerang menuturkan, produk jamu dan obat tradisional sebenarnya telah memenuhi standar kualitas konsumsi. Sayangnya, upaya untuk memperluas pasar jual beli jamu dan obat tradisional terjegal masalah standarisasi.
Standar kesehatan yang dimiliki bahan baku Indonesia itu diterbitkan sebagai unsur keamanan bagi konsumen akhir. Namun, standar yang diterbitkan itu tidak memikirkan dampaknya bagi keberlangsungan industri jamu dan obat tradisional. "Kita ada standar dari Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan), tapi itu tidak diakui standar internasional," ucapnya, Jumat (14/10).
Indonesia setidaknya memiliki 30.000 spesies tumbuhan obat dari total 40.000 spesies yang ada di seluruh dunia. Angka itu menunjukkan melimpahnya bahan baku untuk mengembangkan industri jamu dan obat tradisional. Namun, melimpahnya bahan baku jamu tidak membuat Indonesia sanggup menembus pasar ekspor dengan leluasa.
Pihak otoritas kesehatan internasional telah memberlakukan standarisasi bahan baku untuk jamu dan tumbuhan obat. Sayangnya, Indonesia belum memiliki alat uji mutu bahan baku. Hal itu, kata Charles, menjadi logis apabila Indonesia masih harus mengimpor beberapa bahan yang masih belum memiliki industri pengolahan bahan baku.
Maka Charles bilang, menyadari masalah itu, Kementerian Kesehatan dan BPOM mengupayakan bimbingan untuk memudahkan hal-hal terkait standarisasi mutu, produksi, dan distribusi untuk jamu serta obat tradisional. Hanya, dia menilai, upaya itu seharusnya didukung pembinaan di bawah kendali pihak yang pro terhadap perkembangan industri jamu dan obat tradisional, yaitu Kementerian Perindustrian yang tahu baik buruknya sebuah kebijakan terhadap tingkat ekspor produk.
Kondisi yang berlaku saat ini, jamu dan obat tradisional asing yang masuk secara ilegal telah merebut separuh dari total omset industri dalam negeri. Industri jamu dan obat tradisional memiliki potensi omset senilai Rp 25 triliun per tahun. Nilai omset yang besar itu merupakan kontribusi industri jamu sebesar Rp 3 triliun, sisanya dikontribusi obat-obatan herbal, spa, aromaterapi, dan obat bersuplemen.
Namun Charles mengaku, untuk membendung banjir obat-obatan tradisional dari luar negeri secara ilegal terbilang sulit. Sebab, klinik-klinik skala kecil yang memfokuskan pada jasa pemijatan meminta izin pada Dinas Pariwisata setempat.
Aksi usaha berlanjut menjadi ilegal setelah jasa pemijatan itu melebar hingga layanan akupunktur yang juga menjual obat-obatan tradisional. Untuk mengawasi peredaran obat itupun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kesulitan lantaran usaha skala kecil itu tidak mengajukan izin pada badan tersebut.
Kalaupun ada izin, usaha kecil itu hanya memberikan pengajuan pada Dinas Kesehatan setempat. BPOM hanya memberikan izin untuk peredaran obat secara nasional. "Jadi susah untuk pengawasannya kalau begini karena izinnya ke Pemda," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News