kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Organda: Pendapatan turun 30% karena ojek


Selasa, 22 September 2015 / 20:23 WIB
Organda: Pendapatan turun 30% karena ojek


Sumber: Antara | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Sekretaris Jenderal DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryanto mengatakan, pendapatan angkutan umum dan taksi menurun sebesar 30%. Penyebabnya, banyak penumpang yang beralih menggunakan aramada ojek berbasis aplikasi. 

"Penurunan itu pasti. Penurunan pengguna jasa angkutan umum saja sudah 40%, penurunan pendapatan di kota seperti Jakarta ini 30% itu sudah pasti," katanya usai konferensi pers "Penjatuhan Sanksi Administrasi Pelanggaran Tarif Angkutan Lebaran Tahun 2015/1436 Hijriah" di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Selasa (22/9).

Ia mengatakan, selama ini Organda menentang ojek online karena entitasnya yang tidak dilindungi undang-undang, jaminan keselamatannya tidak ada, dan tidak ditutupi asuransi.

"Mungkin kalau untuk antar makanan atau barang bisa saja karena kalaupun jatuh atau rusak ya sudah. Kalau orang, saya rasa tidak bisa begitu," katanya.

Untuk itu, dia meminta pemerintah untuk membenahi angkutan umum karena dengan membaiknya kondisi angkutan umum, sistem pembayarannya, ketepatan waktu, maka ojek sendiri lama-lama akan tereduksi.

Ateng menjelaskan maraknya ojek online karena kebutuhan masyarakat tidak ternaungi untuk bepergian untuk "first miles" (jarak pertama dari tempat asal), hingga "last miles" (jarak terakhir ke tempat tujuan).

"Ditambah untuk fasilitas pejalan kaki diperbaiki, untuk memicu masyarakat berjalan kaki tidak sebentar-sebentar naik ojek," katanya.

Dia mengatakan, Organda menyetujui apabila angkutan umum harus dibentuk menjadi badan hukum agar pengelolaannya lebih baik, yakni di bawah pemerintah dan dikelola oleh operator.

"Misalkan nanti diterapkan tarif per kilometer, sehingga angkutan tidak perlu menunggu 'ngetem' untuk mendapatkan banyak penumpang, macet pun bisa lama-lama hilang," katanya.

Namun, Ateng mengaku tidak setuju apabila ojek diatur dalam undang-undang sebagai angkutan umum karena di negara manapun tidak ada motor sebagai angkutan umum manusia.

"Kalau ojek itu disahkan sebagai angkutan umum, berarti ada kemunduran di negara kita, di dunia manapun nggak ada roda dua jadi angkutan umum. Angkutan umum diperbaiki dan diberdayakan, misalnya dengan subsidi," katanya. (Juwita Trisna Rahayu)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×