Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa RPP Kesehatan akan segera disahkan dalam waktu dekat. Menyikapi hal itu, Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Sarmidi Husna berpendapat, sepanjang pembahasan RPP pelaksanaan UU No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan pasal Pengamanan Zat Adiktif tidak melibatkan partisipasi publik secara luas dan berimbang.
"P3M meminta Menteri Kesehatan agar mengeluarkan pasal-pasal terkait Pengamanan Zat Adiktif dari draft RPP Kesehatan yang ada, karena selain bertentangan dengan UU Kesehatan, UU Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, UU Perkebunan, dan putusan Mahkamah Konstitusi, juga berpotensi mematikan kelangsungan ekosistem dan tata niaga pertembakauan," kata dia dalam keterangannya, dikutip Kamis (11/7).
Sarmidi berpendapat, pasal-pasal terkait produk industri hasil tembakau seharusnya diatur dalam pengaturan tersendiri sebagaimana mandat UU Kesehatan. P3M mendesak Budi Gunadi Sadikin untuk dipisahkan dari pembahasan RPP Kesehatan dengan pertimbangan mempunyai ekosistem yang berbeda signifikan dengan sektor kesehatan.
UU Kesehatan Pasal 152 Ayat (1) UU 17/2023 memandatkan, ketentuan pengaturan pengamanan zat adiktif, berupa produk tembakau, diatur melalui Peraturan Pemerintah. Begitu pula pada Ayat (2), ketentuan lebih lanjut rokok elektronik diatur melalui Peraturan Pemerintah.
Baca Juga: Menperin Usulkan Kembali Memberlakukan Permendag 36/2023
Sarmidi juga mengingatkan bahwa perumusan RPP Kesehatan produk Tembakau harus mengacu pada prinsip-prinsip pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, Bhinneka Tunggal Ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, sebagaimana amanat dalam pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"P3M mendesak pemerintah bersama multi-stakeholder untuk merumuskan pasal-pasal alternatif terkait RPP yang non-diskriminatif, lebih berkeadilan dan berkedaulatan," ujarnya.
Merujuk kajian P3M, dampak dari disahkannya RPP Kesehatan dengan pasal tembakau yang ada pada industri akan berpengaruh buruk bagi iklim usaha IHT. Banyaknya larangan terhadap IHT seperti bahan tambahan atau pembatasan tar dan nikotin, akan membuat IHT nasional gulung tikar.
Perlu diketahui, kretek yang menjadi produk IHT nasional menggunakan bahan tambahan rempah sebagai penggenap rasa.
"Kretek khas Indonesia juga menggunakan tembakau dan cengkeh dalam negeri dalam pembuatan rokok. Kalau dibatasi dan dilarang, yang terkena dampak terlebih dahulu industri kretek nasional," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News