Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Investigasi kebocoran gula rafinasi terus bergulir. Berdasarkan temuan Panitia Kerja (Panja) Gula Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sembilan industri gula rafinasi yang beroperasi di Indonesia bodong alias tidak berizin.
Wakil Ketua Panja Gula DPR Abdul Wachid menjelaskan, sejak 2012 tidak ada lagi pengajuan izin investasi industri gula rafinasi baru di Indonesia. Saat ini hanya ada 11 industri yang beroperasi. "Namun sembilan dari 11 industri tersebut sudah lama tidak memperpanjang izinnya," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (23/3).
Sayang, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Gerindra tersebut tidak bisa menjelaskan izin apa yang dimaksud serta sejak kapan izin tidak diperpanjang. "Detilnya ada di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)," elaknya.
Abdul pun enggan membongkar nama kesembilan industri gula rafinasi tersebut. Dia hanya menyebut, dua dari sembilan industri berada di Cilacap dan Lampung. Ada juga industri yang merupakan Penanaman Modal Asing (PMA).
Berdasarkan situs resmi Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI), industri gula rafinasi yang berada di Cilacap adalah PT Dharmapala Usaha Sukses, dan di Lampung adalah PT Sugar Labinta. Kalau tidak ada tambahan, saat ini AGRI memiliki delapan anggota di Serang, Cilegon, Cilacap, Lampung, dan Makassar.
Abdul melanjutkan, izin industri gula rafinasi yang tidak lengkap membuka celah rembesan gula rafinasi ke pasar gula komsumsi. Sebab, tidak ada data kapasitas produksi yang sesungguhnya. "Bisa saja mereka sudah ekspansi menambah kapasitas produksi tapi tidak dilaporkan. Pemerintah akan sulit menelusuri ke mana kelebihan produksi tersebut dijual," papar Abdul.
Sayang, Panja Gula belum punya data jumlah gula rafinasi yang bocor. Yang jelas, Abdul mengklaim, timnya menemukan gula rafinasi marak di luar pulau Jawa, dari Banjarmasin hingga Makassar.
Sudah begitu, banyak industri gula tidak memenuhi syarat pendiriannya. Asal tahu saja, untuk memenuhi kebutuhan gula rafinasi sebagai bahan baku industri makanan dan minuman yang berkembang pesat sejak 2008, pemerintah memberi kemudahan bagi industri gula rafinasi untuk mengimpor gula mentah sebagai bahan bakunya. Pemerintah bahkan membebaskan bea masuknya.
Syaratnya, setelah tiga tahun industri gula rafinasi wajib mendirikan pabrik gula (PG) dan memiliki perkebunan tebu sendiri dengan luas sesuai dengan kapasitas PG. Namun kenyataannya sampai saat ini tidak satupun industri yang memenuhi syarat tersebut.
Oleh karena itu, Panja Gula berencana memanggil Kementerian Perdagangan (Kemdag), Kementerian Perindustrian (Kemperin), serta AGRI dalam waktu dekat.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengaku tidak tahu soal izin bodong industri gula rafinasi. "Kalau itu benar, pemerintah hatus menertibkan," ujarnya.
Namun Soemitro enggan berkomentar apakah izin bodong industri gula rafinasi memicu kebocoran gula rafinasi. Menurutnya, berizin atau tidak, gula rafinasi yang merembes ke pasar gula konsumsi sama-sama merugikan petani.
Hingga berita ini diturunkan, Ketua Umum AGRI Benny Wachyudi belum bisa diminta konfirmasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News