Reporter: Nadia Citra Surya |
JAKARTA. Diyak Mulahela, Direktur Lembaga Pengembangan Informasi Pariwisata menyatakan, kejadian yang menimpa ribuan bahkan mungkin jutaan wisatawan mancanegara (wisman) asal Eropa yang tertunda kepulangannya akibat letusan gunung merupakan musibah yang tak terhindarkan.
Tidak hanya di Bali, di berbagai destinasi wisata dunia juga terjadi penumpukan wisman Eropa karena adanya penumpukan bandar udara di sejumlah negara Eropa yang tertutup abu tebal.
"Hal tersebut harus dilihat dari kacamata yang bijaksana. Mereka memperpanjang masa tinggalnya karena alasan terpaksa, bukan karena faktor keunggulan pariwisata. Artinya, pelaku industri wisata seperti hotel dan restoran juga harus mampu bersikap bijak. Jangan memanfaatkan kesempatan diatas kesusahan orang lain yang sedang tertimpa musibah," tandasnya.
Diyak menunjuk, di beberapa negara di Asia, ada yang sampai menaikkan rate hotelnya hingga tiga kali lipat karena permintaan extend yang cukup tinggi. "Itu tidak boleh terjadi di Indonesia! Justru, pelaku wisata harus menunjukkan kepeduliannya dengan memberikan tempat berteduh sementara," tandasnya.
Menurutnya, rate hotel tidak harus turun harga, tapi paling tidak memberikan rate sesuai harga normal. Kalau mau berbuat lebih banyak, jadikan saja ballroom sebagai tempat tinggal sementara. "Yang penting para wisman tersebut bisa tinggal sejenak hingga penerbangan dibuka kembali," kata Diyak.
Diyak menilai, pengaturan tersebut sangat penting untuk menjaga imej industri wisata Indonesia. Apalagi 60% wisman adalah kategori repeated guest. Meski wisman Eropa tak sebanyak dari Australia ataupun ASEAN, namun rata-rata long stay atau tinggal lebih dari 12 hari. Apalagi, per kunjungan mereka juga mengeluarkan uang sedikitnya US$ 1.500 di Indonesia. itu terbilang besar jika dibandingkan wisman ASEAN yang rata-rata hanya US$ 400.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News