Reporter: Merlinda Riska | Editor: Asnil Amri
JAKARA. Protes soal pemberlakukan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 7 Tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral, tidak hanya datang dari kalangan pengusaha. Para pekerja tambang juga khawatir pemberlakukan beleid tersebut akan berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK), akibat perusahaan terkena sanksi lantaran tidak bisa membangun smelter.
Makanya, ratusan pekerja tambang yang tergabung dalam Solidaritas Para Perkerja Tambang Nasional (Spartan) bertemu dengan Komisi IX DewanPerwakilan Rakyat (DPR) menuntut pembatalan Permen ESDM tersebut. M.Nurdin, perwakilan pekerja tambang dari PT Kaltim Prima Coal (KPC) bilang, tidak mungkin dalam waktu tiga bulan perusahaan tambang bisa membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral. "Syarat waktu yang ada dalam aturan ini sangat tidak mungkin," katanya dalam dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, kemarin.
Menurut Nurdin, kebijakan ini bertentangan dengan Undang Undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009. "Juga sangat tidak adil, karena perusahaan pemegang kontrak karya atau perusahaan asing diberi waktu selama lima tahun untuk membangun smelter," ungkapnya.
Nurdin bilang, ketika perusahaan tidak bisa memenuhi kewajiban tersebut dan terkena sanksi, ujungnya para pekerja terkena PHK. "Makanya, kami minta Permen ESDM ini dibatalkan," tandas Nurdin.
Ribka Tjiptaning, Ketua Komisi IX DPR mengatakan, tuntutan pencabutan Permen ESDM 7/2012 salah alamat karena mestinya ke Komisi VII DPR. "Rekomendasinya ke Komisi VII, karena mitra Komisi IX adalah Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Kementrian Kesehatan," ujarnya.
Kendati demikian, Komisi IX DPR tetap akan merespons aspirasi tersebut lantaran Permen ESDM 7/2012 ini juga berpotensi PHK terhadap pekerja tambang. Ribka berjanji akan meminta Komisi VII DPR untuk memfasilitasi permintaan buruh tambang itu.
Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi IX DPR menambahkan, pihaknya akan meminta perusahaan tambang untuk membayarkan hak-hak normatif para pekarja, jika memang nantinya terjadi PHK besar-besaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News