kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.940.000   35.000   1,84%
  • USD/IDR 16.295   40,00   0,25%
  • IDX 7.045   -20,25   -0,29%
  • KOMPAS100 1.022   -2,15   -0,21%
  • LQ45 795   -1,03   -0,13%
  • ISSI 224   -0,62   -0,28%
  • IDX30 416   -0,26   -0,06%
  • IDXHIDIV20 491   -2,15   -0,44%
  • IDX80 115   -0,14   -0,12%
  • IDXV30 118   -0,37   -0,31%
  • IDXQ30 136   -0,37   -0,27%

Peluang Bisnis Ekspor Mebel ke AS, Omzet Bisa Naik Berlipat


Minggu, 31 Oktober 2021 / 06:05 WIB
Peluang Bisnis Ekspor Mebel ke AS, Omzet Bisa Naik Berlipat


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

KONTAN.CO.ID -  Saat pandemi Covid-19 terjadi, tak banyak sektor bisnis yang mampu menunjukkan taring bisnisnya, terutama melakukan ekspor. Selain komoditas primer seperti batubara dan kelapa sawit, sektor mebel juga bisa tampil memukau memperlihatkan kinerja ekspor. Bahkan, industri pengolahan produk berbahan baku kayu ini bisa mencatat kenaikan ekspor secara signifikan, satu rekor yang  belum pernah terjadi sebelumnya.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor furnitur sampai bulan Agustus 2021 sudah mencapai US$ 1,89 miliar, mendekati realisasi ekspor tahun 2019 lalu senilai US$ 2,06 miliar (lihat tabel). Kenaikan ekspor yang terjadi tahun ini melanjutkan tren ekspor yang sudah terjadi sejak 2019, pasca perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China.

Rupanya, kenaikan ekspor mebel Indonesia terjadi karena adanya perang dagang dua raksasa ekonomi tersebut. AS menaikkan bea masuk impor mebel dari China, yang merupakan penguasa pasar mebel terbesar di AS. "Sehingga pembeli mebel di AS kini mencari subtitusi, salah satunya membeli mebel dari Indonesia," kata Abdul Sobur, Wakil Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI).

Yang pasti, imbas  perang dagang memangkas ketersediaan furnitur  dan building component berbahan kayu di AS. Di sisi lain, permintaan tetap tumbuh. Apalagi untuk tahun 2021, di mana AS berusaha kencang memulihkan perekonomian dengan memberikan banyak stimulus. "Ekonomi perlahan pulih, permintaan mebel juga naik, tapi barangnya tidak ada," cerita Abdul.

AS sejatinya ingin mengoptimalkan industri mebel dalam negerinya, agar lapangan kerja terbuka. Namun peralihan pasokan dari impor menjadi produksi dalam negeri tak serta-merta bisa dilakukan oleh negara bagian AS, serta Meksiko dan Kanada. Mereka butuh waktu mempersiapkan bahan baku, industri, dan produksi.

Sementara, selama ini China sudah mendominasi pasar mebel di AS dengan nilai US$ 38 miliar di tahun 2018. Namun imbas perang dagang, ekspor mebel dari China ke AS tinggal US$ 9 miliar atau turun 76%. Pasar yang sebelumnya dicokok China ini, kini, menjadi rebutan negara lain termasuk Indonesia. "Pasarnya besar, cuma kemampuan kita untuk memenuhinya tidak bisa sebesar itu," kata Abdul.

Jika merujuk data ekspor mebel dari BPS, ekspor mebel Indonesia tahun 2017 tercatat senilai US$ 1,7 miliar. Realisasi ekspor perlahan naik tahun 2018, terus menguat sampai tahun 2020 hingga 2021. Kenaikan permintaan mebel ini seakan tak peduli dengan pandemi Covid-19, bahkan krisis kontainer tak menghalangi kenaikan ekspornya (lihat boks).

Salah satu perusahaan mebel yang ketiban pulung dari perang dagang AS dan China ini adalah PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD). Tahun 2020 lalu, perusahaan yang berbasis produksi di Jawa Timur ini berhasil mendulang kenaikan pendapatan 40% menjadi Rp 2,96 triliun.  Kenaikan pendapatan ini terjadi karena kinerja ekspor WOOD melesat 71% dengan nilai ekspor Rp 2,4 triliun. Ekspor WOOD  naik saat penjualan mebel dalam negeri turun terpukul pandemi Covid-19.

Memasuki tahun 2021, ekspor mebel WOOD semakin perkasa. Kenaikan permintaan mayoritas datang dari AS. Selain pesanan berupa mebel, WOOD juga kebanjiran pesanan untuk pembuatan building component seperti kayu profil untuk kusen dan jendela perumahan di AS. "Dari sisi daya saing, kita mampu berkompetisi karena menguasai bahan baku," kata Wendy Chandra, Corporate Secretary WOOD.

Permintaan yang membanjir membuat WOOD berpikir keras menambah produksi. Agar mampu memenuhi pesanan lebih banyak, perseroan mempersiapkan pabrik baru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, dengan luas 1,7 hektare. Pabrik baru tersebut akan memperkuat kemampuan produksi WOOD dari lima pabrik yang sudah ada di wilayah Sidoarjo dan Lamongan. "Pabrik baru dekat dengan lokasi bahan baku dan akan kami persiapkan memproduksi building component," kata Windy.

Untuk pembangunan pabrik ini, WOOD telah mengalokasikan capital expenditure senilai Rp 120 miliar. Sekitar 50% dari alokasi belanja modal ini akan digunakan untuk kebutuhan pabrik baru.

Perkasa jelang Natal

Permintaan mebel diproyeksikan semakin kuat menjelang akhir tahun. Ini sesuai karakter pasar AS, di mana daya beli warganya meningkat tajam menjelang akhir tahun. Pada momentum ini, banyak warga AS meningkatkan belanja produk konsumsi, termasuk furnitur. Kenaikan belanja terjadi karena warga akan mengikuti acara perayaan, khususnya Natal dan tahun baru.

Nah, kenaikan pesanan untuk akhir tahun ini juga dicatat oleh WOOD, yang memproyeksikan penjualannya mencapai angka tertinggi di kuartal III dan IV. "Penjualan segmen mebel ke pasar AS akan tumbuh signifikan di kuartal IV karena adanya Black Friday, Thanksgiving, Natal, dan tahun baru," kata Wang Sutrisno, Direktur Independen WOOD.

Dengan kenaikan pesanan ini, Wang berharap tahun ini WOOD bisa membukukan pendapatan senilai Rp 3,7 triliun atau naik 25% dari realisasi penjualan tahun 2020 lalu. Sekadar gambaran saja, sampai dengan semester I-2021, WOOD sudah berhasil menorehkan pendapatan Rp 2,14 triliun atau naik 92% ketimbang realisasi pendapatan semester I-2020 lalu dengan nilai Rp 1,1 triliun.

Kenaikan ekspor sekaligus mengubah basis penjualan WOOD yang semula lebih banyak atau dominan untuk pasar dalam negeri, kini, berubah menjadi perusahaan berbasis ekspor. Melihat peluang inilah, Wang berharap bisa mengoptimalkan kapasitas produksinya agar bisa memperbesar pasar ke pelanggan-pelanggan barunya di AS.

Wendy menambahkan, untuk memenuhi pasar ekspor tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan. Sebelum memesan, biasanya pembeli dari AS akan melakukan pemeriksaan kesiapan produksi, yaitu pabrik, ketersediaan bahan baku, hingga kemampuan produksi dalam skala besar. "Di Indonesia, kami satu-satunya yang memiliki kapasitas produksi besar," kata Wendy.

 Selain kesiapan produksi, pembeli mebel dari AS juga sangat ketat dalam hal sertifikasi kayu yang diproduksi. Ada banyak persyaratan sertifikasi yang dilampirkan, diantaranya adalah sertifikasi FSC (Forest Stewardship Council) dan juga sertifikasi ISO. "Kami sudah 30 tahun berbisnis ini, sehingga dalam hal sertifikasi tak ada masalah," kata Wendy.  

Investor jumbo datang

Kabar lain, Mei 2021 lalu jadi bulan yang menggembirakan bagi pemerintah Kalimantan Barat. Kala itu pemerintahan setempat mendapat kabar baik dari rombongan investor yang datang dari Negeri China. Mereka datang untuk menyampaikan maksud berinvestasi di sektor olahan kayu hasil hutan di Kalimantan Barat, tepatnya di Kawasan Industri Mandor (KIM) di Kabupaten Landak.

Tentu ada alasan kenapa daerah yang dituju adalah Kalimantan Barat, salah satu daerah yang kaya akan kayu hasil hutan. Luas hutan yang besar menjadi peluang bagi industri kayu untuk mengolah kayu dari hasil hutan. Inilah yang mendasari Shandong Timber & Wood Products Association ingin berinvestasi di wilayah Kalimantan Barat. 

Rencana investasi ini disampaikan Pemerintah Kota Landak, Kalimantan Barat, di dalam lama web resminya. Dari penjelasan resmi tersebut diketahui, pihak Shandong Timber & Wood Products Association telah menyampaikan komitmen investasi senilai US$ 1,6 miliar. Investasi akan digunakan untuk pembangunan industri pengolahan kayu, furnitur,  manufacturing, perdagangan, dan logistik.

Untuk diketahui, Shandong Timber & Wood Products Association merupakan asosiasi pengusaha dari Provinsi Shandong, di pesisir China. Mereka akan masuk ke Kalimantan Barat secara bersama-sama dengan proyeksi bisa menyerap 40.0000 tenaga kerja. Adapun lokasi yang menjadi bidikan mereka ada di Kabupaten Landak, tepatnya di Kawasan Industri Mandor (KIM).

Saat berkunjung, rombongan Shandong Timber & Wood Products Association juga melawat langsung ke kawasan industri yang mereka minati di Kalimantan Barat. Usut punya usut, rencana investasi ke produk hilir kayu di Indonesia itu bukanlah tanpa sebab. Ada sejumlah alasan mengapa asosiasi industri perkayuan yang biasa ekspor ke AS itu ingin investasi di Indonesia.

Terkait hal ini, Abdul menjelaskan minat investasi dari China senilai US$ 1,6 miliar itu tidak hanya untuk Kalimantan Barat saja, melainkan akan dibagi dua dengan Kota Batang, Jawa Tengah. Nantinya akan ada dia lokasi pabrik pengolahan. "Kayu gelondongan akan diolah dulu di Kalimantan Barat, setelah menjadi papan produk setengah jadi, baru kemudian dikirim ke Batang untuk dijadikan mebel dan produk kayu lainnya," kata Abdul.

Di Batang, investor China tersebut tertarik untuk bikin pabrik di Kawasan Industri Batang. Abdul bilang, investasi ini merupakan investasi raksasa di sektor mebel. "Jika mereka mulai membangun pabrik tahun 2022, maka setidaknya dua tahun lagi (2024) akan terjadi lonjakan ekspor mebel yang signifikan," kata Abdul.

Kehadiran investor dari China di Indonesia menjadi solusi bagi perusahaan China agar tetap bisa ekspor. Sejak 2018 lalu, banyak perusahaan mebel di China kesulitan melakukan ekspor karena perang dagang dengan AS. Dengan relokasi pabrik ke Indonesia, perusahaan dari China tersebut tetap bisa ekspor ke AS.

Selain Indonesia, kenaikan ekspor furnitur dan building component dari kayu juga dicatatkan Malaysia dan Vietnam. Namun demikian, Vietnam saat ini tidak bisa leluasa ekspor lantaran sedang lockdown karena pandemi Covid-19. Selain itu, Vietnam, tak bisa memacu produksi lebih tinggi karena masalah ketersediaan bahan baku. "Ini pentingnya peran Indonesia yang punya banyak bahan baku untuk diolah," jelas Abdul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×