Reporter: Ranimay Syarah | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pembangunan Proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) senilai Rp 35 triliun di Kabupaten Batang, Jawa Tengah terlihat jauh dari jadwal selesai di bulan September 2014 mendatang. Padahal proyek tersebut sudah dimulai sejak Oktober 2012.
Pembangunan PLTU ini menuai banyak protes, baik dari warga terkait pembebasan lahan, sampai organisasi lingkungan seperti Greenpeace dan Walhi. Namun, pembangunan mega proyek yang masuk dalam proyek Fast Track 10.000 Megawatt ini diklaim mengalami kemajuan.
Bagiyo Riawan, Direktur Pengadaan Strategis dan Energi Primer PT PLN mengemukakan, sudah ada titik cerah dalam pembangunan pembangkit dengan kapasitas 2.000 MW. Lokasi pembangunan pun tidak akan dipindah.
"Kami tidak berminat untuk memindahkannya. Sekarang saja pembebasan lahan sudah 85%," kata Bagiyo pada KONTAN, Kamis (6/3). Dia menegaskan, proyek ini ditujukan mengantisipasi krisis listrik di Jawa pada tahun 2018.
Ia bilang, untuk urusan lahan atau lokasi, itu merupakan tanggung jawab dari pihak pengembang, yakni PT Bhimasena Power Indonesia (BPI). "Kalau urusan pindah lokasi yang lebih tahu pihak BPInya, tapi kami tetap akan lanjutkan di lokasi yang sudah ditetapkan dari awal, " kata dia.
PLTU Batang ini memang menjadi tumpuan harapan untuk Pulau Jawa sebab kapasitas listriknya yang besar. Selain akar permasalahan di lahan yang sangat alot, banyak juga warga sekitar dan organisasi yang menolak. Alasannya, karena tingginya emisi yang dihasilkan uap PLTU, serta pembakaran batubara yang menjadi uap dan menghasilkan limbah ke laut. Sedangkan organisasi lingkungan lebih menyarankan agar PLTU tersebut dipindahkan ke sumber energi non fosil seperti angin, tenaga surya, dan panas bumi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News