Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kian serius ingin mengembangkan komponen kendaraan listrik. Salah satunya investasi industri baterai otomotif yang dipacu.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transpotasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemprin), Harjanto menjelaskan pemerintah ingin adanya industri baterai dikembangkan dalam negeri.
Apalagi adanya aturan tax holiday melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) mampu menarik investasi nikel cobalt di Halmahera.
"Investornya kabarnya dari Cina dan Perancis. Informasi detailnya belum tahu tapi diperkirakan investasinya sekitar Rp 144 triliun," kata Harjanto, Kamis (9/8).
Menurutnya pemerintah tidak ingin ada impor baterai lithium. Mengingat harga kendaraan antninya akan jadi lebih mahal dan neraca perdagangan menjadi defisit. "Kita punya sumber daya nikel. Saya juga minta Inalum untuk bisa kembangkan baterai mobil listrik," katanya.
Kemenperin menargetkan, pada tahun 2020, sebesar 10% dari 1,5 juta mobil yang diproduksi di dalam negeri adalah golongan LCEV. Kemudian, di tahun 2025, populasi LCEV diperkirakan tembus 20% dari 2 juta mobil yang diproduksi di dalam negeri.
Target terus meningkat, hingga mencapai 25% ketika produksi 3 juta mobil pada 2030, dan dibidik sampai 30% saat produksi 4 juta mobil di 2035.
Di samping itu, dalam upaya mempercepat pengembangan mobil listrik di Indonesia, Kemprin telah menggandeng pemangku kepentingan dari kementerian dan lembaga, perguruan tinggi, serta pelaku industri otomotif.
Saat dikonformasi, Head of Corporate Communication Inalum, Rendi A Witular menjelaskan potensinya ada untuk pengembangan baterai memang ada namun masih jauh. "Itu program jangka panjang. Jangka pendek kita masih fokus untuk menaikan produksi alumunium dulu," kata Rendi, Kamis (9/8).
Menurutnya, kebutuhan aluminium Indonesia masih tinggi, sedangkan produksi dalam negeri masih kurang. Tetapi, Rendi menjelaskan sumber daya cobalt, aluminium dan nikel telah dimiliki oleh Inalum. "Untuk pengembangan baterai ini masih dikaji," katanya.
Senior Manager of Communication PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Budi Handoko menjelaskan pihaknya tidak tertarik untuk mengembangkan industri baterai otomotif. Menurutnya bisnis utama sekarang dan kedepan masih di bisnis pertambangan dan pengolahan nikel.
"Kita intermediate product nikel dan belum ada pengalaman untuk membuat baterai," kata Budi kepada Kontan.co.id, Kamis (9/8).
Menurutnya untuk saat ini kadar Nikel INCO masih 78%, sedangkan untuk baterai tersebut dibutuhkan kadar nikel hingga 99,9%. Selain itu INCO punya kontrak panjang untuk menjual produk nikel ke Vale Canada dan juga Sumitomo Metal Mining.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News