Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Meski harga bahan bakar minyak (BBM) turun, namun banyak pihak pesimistis tarif angkutan umum akan menyusul. Sebab, perhitungan tarif angkutan umum dilihat dari besaran biaya operasi kendaraan (BOK) yang menjadi dasar dalam penetapan tarif.
"Bila perhitungannya dengan formula perhitungan tarif yang lama, penurunan tarif tidak akan menguntungkan operasional transportasi umum. Meski komponen BBM hanya sekitar 30%-40%," kata Djoko Setijowarno, pengamat trasportasi dari Masyarakat Tranportasi Indonesia dalam keterangan resminya, Kamis (31/3)
Asal tahu saja, perhitungan BOK menggunakan formula dari Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formula Perhitungan Biaya Pokok Angkutan Penumpang dgn Mobil Bus Umum Antar Kota Kelas Ekonomi.
Juga ada Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat No. SK. 687/AJ.206/DRJD/2002 ttg Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan dalam Trayek Tetap dan Teratur.
Djoko mendorong adanya revisi penghitungan tarif angkutan umum. "Formula yang lama harus segera direvisi. Penghitungannya tidak mengakomodir kondisi terkini," kata Djoko.
"Jika masih menggunakan formula lama, maka jangan harap dengan turunnya harga BBM akan turun pula tarif angkutan umum," imbuhnya.
Beberapa hal yang menurut Djoko perlu ditambahkan dalam perhitungan tarif, antara lain, perhitungan kilometer kosong layanan kendaraan dari terminal ke garasi (pool), penetapan gaji awak bus sesuai dengan angka hidup layak, serta menetapkan usia efektif kendaraan.
"Jika ke depannya usia efektif kendaraan dibatasi lima tahun, biaya overhaul bus tidak perlu diperhitungnkan. Pasalnya, BOK untuk bus sedang dan bus kecil nilainya lebih tinggi," kata dia.
Djoko juga menilai perlunya memasukkan komponen biaya pengelolaan berbadan hukum yang mengandung beban pajak (pajak pendapatan & pajak badan). Komponen ini sebelumnya tidak dimasukkan dalam perhitungan.
Tingkat keterisian (okupansi) yang digunakan dalam perhitungan sebesar 70% juga dianggap perlu diubah. "Beberapa hasil survei didapatkan, okupansi rata-rata saat ini kurang dari 70%. Sudah berkurang dari sebelumnyadi bawah 40%," tutur Djoko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News