Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (Aphindo) bersama Industri Olefin, Aromatik, dan Plasik Indonesia (Inaplas) menyampaikan perlunya pengetatan impor produk barang jadi plastik dari luar negeri guna memproteksi industri hilir plastik dalam negeri.
Menurut Sekretaris Jenderal Aphindo, Henry Chevalier,impor barang jadi plastik secara langsung mengganggu kinerja industri hilir plastik domestik karena harga produk impor lebih rendah.
"Barang-barang impor masuk ke Indonesia jauh lebih murah dibandingkan produk lokal," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan, Rabu (17/07).
Henry mencontohkan China sebagai salah satu negara pemasok utama barang impor dengan harga kompetitif. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh biaya tenaga kerja yang lebih rendah dan ketersediaan bahan baku yang cukup di negara tersebut.
Baca Juga: Sengkarut Kebijakan Impor Jangan Mengorbankan Pelaku Industri
Di sisi lain, biaya produksi di Indonesia seperti biaya listrik, upah buruh, serta birokrasi seperti perizinan, cukai, dan pajak membuat produk lokal menjadi lebih mahal.
Oleh karena itu dirinya mendorong supaya pemerintah menerapkan pengetatan impor khususnya untuk barang jadi plastik di setiap regulasi yang diterapkan, terlebih apabila produk tersebut sudah diproduksi oleh industri domestik. Hal itu bertujuan supaya produk yang dihasilkan di dalam negeri bisa lebih terserap oleh pasar.
Henry menegaskan pentingnya regulasi seperti Permendag 36/2024 sebagai alat proteksi industri dalam negeri, namun ia menilai perlu juga pengaturan yang lebih ketat terkait tata cara impor.
Selain itu, ia menyoroti peran Bea Cukai untuk menindak tegas dan menolak barang plastik impor yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Inaplas, Fajar Budiono, mengungkapkan penurunan utilisasi di industri plastik hilir yang mencapai di bawah 50 persen.
Baca Juga: Kemendag Bantah Disebut Sebagai Biang Kerok Maraknya Aksi Impor Ilegal
Ia mengkhawatirkan bahwa masifnya impor barang plastik di pasar domestik dapat berdampak negatif terhadap industri hulu, seperti industri petrokimia.
"Itu sudah mulai terasa juga di beberapa pabrik hulu, ada yang sudah mematikan/shut down mesinnya, mereka wait and see," kata dia.
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan pengetatan impor dalam setiap regulasi yang diterapkan untuk barang jadi plastik, mengingat kebijakan yang kurang ketat berpotensi merusak iklim investasi di dalam negeri dan berakibat pada menurunnya kontribusi industri hulu
Fajar menjelaskan bahwa industri petrokimia, berdasarkan studi kasus investasi Naptha Cracker Terintegrasi, dapat memberikan output langsung pada kontribusi perekonomian sebesar Rp41,04 triliun, menyerap tenaga kerja hingga 3,22 juta orang, peredaran upah hingga Rp8,56 triliun, serta manfaat fiskal berupa pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp2,67 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News