kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengusaha berlomba menjual kakao


Rabu, 16 November 2011 / 09:40 WIB
Pengusaha berlomba menjual kakao
ILUSTRASI. Varian baru virus corona yang beredar di Inggris, makin menyebar ke beberapa negara.


Reporter: Bernadette Christina Munthe | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Harga kakao di pasar internasional terus anjlok sejak menyentuh titik tertinggi pada Agustus lalu. Meski begitu, pengusaha kakao malah berebut melepas produknya ke pasar. Soalnya, mereka khawatir harga kakao akan semakin melemah hingga akhir tahun ini.

Di Bursa NYSE-Life London, harga kakao untuk pengiriman Desember 2011 pada perdagangan 15 November 2011 dihargai US$ 2.814,44 per ton. Ini merupakan harga terendah pada tahun ini. Sebelumnya, harga kakao sempat menyentuh titik tertinggi, sekitar US$ 3.234,39 per ton.

Zulhefi Sikumbang, Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) bilang, anjloknya harga internasional juga berdampak pada perdagangan lokal. Saat ini, harga biji kakao di tingkat petani sekitar Rp 17.000 - Rp 19.000 per kilogram (kg), turun dari dua pekan lalu Rp 20.000 per kg. "Harga kakao murah, tapi kami terus menjualnya," kata Muhammad Hasjim, Ketua Umum Asosiasi Petani Kakao Indonesia (Apkai), Selasa (15/11).

Menurut Hasjim, harga tersebut sebenarnya sudah cukup menguntungkan bagi petani. Untung saja, selama ini, petani tidak pernah memperhitungkan upah tenaga kerja. "Kalau dengan hitungan itu, petani malah rugi. Namun, tanpa upah buruh, petani masih merasa mendapat untung," tandasnya.

Zulhefi menambahkan, pengusaha kakao yang berskala lebih besar juga tidak berusaha menahan penjualan kakao. Bahkan, untuk ekspor, aktivitas perdagangan tetap berjalan seperti biasa.

Menurut Zulhefi, bila pengusaha dan petani menahan barang, hal itu malah semakin merugikan. Soalnya, harga berpotensi turun hingga akhir tahun. "Sebab, di mana-mana sedang panen, sehingga pasokan di pasar akan terus melimpah," jelasnya.

Di tingkat perusahaan pengolah pun stoknya juga masih banyak. Otomatis, penyerapannya berkurang.

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), mendata, sejumlah sentra produksi kakao di Sulawesi Tengah (Sulteng) sedang panen raya. Misalnya, di Kecamatan Palolo dan Kulawi di Kabupaten Sigi. Total produksi Kakao petani Sulteng saat ini mencapai sekitar 137.000 ton dengan luas areal 224.113 hektare.

Di negara lain juga panen. Padahal, permintaan sedang melemah karena krisis Eropa yang semakin parah. Apalagi, perdagangan kontrak kakao tahun ini berakhir pada Desember nanti. Perdagangan selanjutnya baru berlangsung pada Maret 2012. Jika tidak melepas sekarang, pengusaha semakin terbebani karena harus menampung kakao di gudang.

Dengan kondisi itu, Zulhefi menghitung, harga kakao akan terus anjlok hingga akhir tahun. Ia memperkirakan harga kakao baru mulai bergerak naik pada awal 2012 nanti. "Bila tidak melepas sekarang, kami malah semakin merugi," tuturnya.

Namun, meski tahun depan mungkin ada kenaikan harga, pengusaha kakao tak yakin bakal bisa melewati rekor tertinggi pada Agustus lalu. "Harga bisa naik, tapi hanya di kisaran US$ 2.800 - US$ 3.000 per ton," papar Zulhefi.

Tak terpengaruh

Sutrisno, Kepala Bagian Kebun PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII, mengaku tidak terlalu merisaukan penurunan harga kakao tersebut. "Sebab, harga jual kami tidak terpengaruh kondisi di pasar," ujar Sutrisno usai diskusi Revitalisasi Perkebunan di Menara Kadin, kemarin (15/11).

Sutrisno, bilang, PTPN bisa menjual kakao dengan harga lebih tinggi US$ 300 per ton dibandingkan dengan rata-rata banderol harga di pasar internasional. Sebab, PTPN XII bisa menjaga kualitas produknya dengan memfermentasi setiap kakao sebelum dipasarkan.

Tentu saja, dengan kondisi seperti itu, PTPN XII masih berani membeli kakao dengan spesifikasi tertentu dari petani dengan harga lebih tinggi. "Paling tidak sebesar Rp 24.000 per kg," terang Sutrisno.

Nah, petani silakan jual kakao ke PTPN saja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×