kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.838   -98,00   -0,62%
  • IDX 7.384   -108,06   -1,44%
  • KOMPAS100 1.138   -20,96   -1,81%
  • LQ45 901   -18,70   -2,03%
  • ISSI 224   -1,86   -0,82%
  • IDX30 463   -11,32   -2,38%
  • IDXHIDIV20 560   -12,38   -2,16%
  • IDX80 130   -2,40   -1,81%
  • IDXV30 139   -1,66   -1,18%
  • IDXQ30 155   -3,12   -1,97%

Pengusaha keberatan verifikasi rotan


Senin, 19 Desember 2011 / 08:19 WIB
ILUSTRASI. Desain rumah di The Sanctuary Collection, Sentul, Bogor.


Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Edy Can

JAKARTA. Polemik perdagangan rotan belum menuai titik ujung. Setelah keberatan dengan larangan ekspor rotan, pengusaha juga menentang kebijakan verifikasi pengiriman rotan antarpulau. Pengusaha rotan akan mengirimkan nota keberatan terkait hal itu ke Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Senin (19/12).

Kebijakan mengenai verifikasi itu tercantum dalam Permendag Nomor 36/M-Dag/PER/11/2011. Pengangkutan rotan yang dimaksud adalah pengangkutan antarpulau, antarprovinsi dan antarpelabuhan, meskipun dalam satu pulau atau provinsi.

Proses verifikasi dilakukan oleh lembaga surveyor independen seperti PT Sucofindo, saat muat barang dan bongkar barang bahan baku rotan seperti rotan asalan, rotan mentah, dan rotan setengah jadi. Sedangkan biaya verifikasi ditanggung oleh pemerintah. "Aturan ini diskriminatif bagi pengusaha rotan, karena pengusaha yang lain tidak harus ada verifikasi," papar Lisman Sumadjani, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI), Minggu (18/12).

Menurutnya, kebijakan itu juga kontraproduktif dengan pengembangan industri rotan. Hal ini mengingat, verifikasi bakal menghabiskan waktu lama. Soalnya ada sejumlah persyaratan harus dilampirkan pemilik rotan dalam proses verifikasi itu. Syarat itu antara lain, bukti invoice dan dokumen transaksi perdagangan rotan. "Padahal, selama ini, rotan yang selalu kami kirimkan belum semuanya laku atau sudah dipesan. Kami masih memasarkan di Jawa agar hemat biaya transportasi," terang Lisman.

Kebijakan itu juga merugikan pengusaha mebel. Soalnya, pengusaha mebel tidak bisa mendapatkan bahan baku rotan secara cepat. "Aturan itu menjadikan bahan baku rotan hanya menumpuk di daerah produsen, sedang di wilayah industri kekurangan," papar Lisman.

Menurut Lisman, Permendag 36/2011 itu bertentangan dengan Permenhut No.p.55/MENHUT-II/2006 dan Peraturan Menteri Kehutanan No.p.8/MENHUT-II/2009. Kedua aturan itu meminta penyederhanaan tata cara pengangkutan hasil hutan bukan kayu (HHBK).

Soenoto, PembinaAsosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI), mempertanyakan kesiapan penerapan aturan itu karena waktu pelaksanaannya sudah dekat, 1 Januari 2012. "Jangan sampai menghambat produksi dan ekspor mebel rotan," kata Soenoto.

Abdul Rohim, Sekretaris Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, menegaskan, verifikasi itu untuk mencegah penyelundupan rotan ke luar negeri. "Ini akan memperketat mekanisme pengangkutan, tapi tidak menghambat," kata Abdul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×