Reporter: Emir Yanwardhana | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Industri keramik diprediksi hanya tumbuh tipis tahun ini. Banyaknya proyek konstruksi infrastruktur pemerintah maupun pasar properti gagal menjadi pendorong permintaan keramik akan meningkat.
Dewan Penasehat Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Hendrata Atmoko, mengatakan permintaan keramik 30 % berasal dari proyek-proyek pemerintah, sisanya berasal dari pasar ritel. ”Pasar ritel masih cukup besar, kalau permintaan dari proyek volumenya banyak tapi tidak rutin,” Ungkapnya kepada KONTAN, Minggu (6/3).
Hendrata melanjutakan, sayangnya pasar properti masih belum cukup bergeliat. Proyek sejuta rumah milik pemerintah harusnya cukup mendorong permintaan keramik.
Namun yang disayangkan permintaannya tidak cukup besar karena belum adanya standarisasi penggunaan produk. Jadi, kontraktor masih banyak kontraktor yang menggunakan produk impor ketimbang produksi lokal.
”Harusnya ada standarisasi atau mandatory agar produsen lokal yang kecipratan, sekarangkan masih bebas pengembang pakai keramik mana saja yang lebih menguntungkanya,” kata Hendrata. makanya tahun ini dia memprediksi industri keramik hanya bisa tumbuh tipis 5%-10 %.
Hendrata mengungkapkan harga keramik impor memang bisa lebih murah 10%-15% di pasar. Belum lagi dengan wacana pemerintah melonggarkan aturan impor keramik melalui, merevisi Permen Perindustrian No.82/M-IND/PER/8/2012, Permenperin No.83/M-IND/PER/8/2012, dan Permenperin No.84/M-IND/PER/8/2012 yang menghilangkan kewajiban surat pertimbangan teknsi dan pemeriksaan teknis yang non SNI.
”Potensinya ada praktik keramik Non SNI dapat mudah masuk. makanya kita minta proteksi agar tidak kebanjiran produk impor,” kata Hendrata.
Dari catatan Asaki, produk keramik Impor yang beredar dipasar mencapai 12%-13%. Namun Hendrata mengatakan produk keramik impor dipasar bisa melebihi dari itu.
Adapun produksi keramik 2015 lalu baru mencapai 350 meter persegi, menurun 30 % dibandingkan tahun 2014.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News