Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsumsi bahan bakar non-subsidi atau Jenis Bahan Bakar Minyak Umum (JBU) turun di sepanjang tahun 2022. Hal ini disebabkan terus bertambahnya jumlah kendaraan yang mengaspal dan disparitas harga antara JBU dengan BBM subsidi.
Sebagai informasi awal, JBU ialah BBM non-subsidi seperti Pertamax, Pertamina Dex, dan Dexlite.
Menurut data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), realisasi volume penyaluran JBU hingga September 2022 sebesar 23,058 juta KL. Di sepanjang tahun ini prognosa penjualan JBU sebanyak 31,76 juta KL.
Baca Juga: Pantau Persiapan Nataru, Kemenhub Paparkan Potensi Puncak Arus di Titik Berikut
Jika dibandingkan dengan penyaluran JBU di 2021 sebanyak 44,36 juta KL maka ada penurunan penyaluran JBU sebesar 28,4% secara tahunan di sepanjang tahun ini.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan, setiap tahun jumlah kendaraan yang ada di jalan naik 4%-5% sehingga konsumsi bahan bakar minyak (BBM) terus meningkat khususnya Pertalite.
“Selain konsumsinya naik, disparitas harga (Pertalite dan Jenis BBM Umum) terlalu jauh,” terang Arifin di Kementerian ESDM, Jumat (9/12).
Perihal disparitas harga dan turunnya harga minyak dunia saat ini, Arifin berpesan kepada PT Pertamina untuk menghitung ulang harga BBM-nya.
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Erika Retnowati juga mengakui bahwa penurunan volume penjualan ini disebabkan adanya peralihan Pertalite yang sebelumnya adalah JBU menjadi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) mulai Juni 2021.
Perihal dampak turunnya harga minyak dunia terhadap harga Jenis BBM Umum, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution menjelaskan harga bensin tidak semata-mata mengacu ke harga minyak mentah. Tetapi juga mempertimbangkan berapa harga pasarnya produk tersebut.
“Jadi bisa harga crude turun tapi harga MOPS (Mean Oil Platt Singapore) Solar maupun gasoline naik. Jadi tidak berkorelasi, kadang kala crudenya turun MOPS gasolinenya naik, atau sebaliknya gasoline naik crude turun itu bisa. Jadi semuanya tergantung itu sih,” terangnya saat ditemui di Gedung DPR, Kamis (8/12).
Baca Juga: Keyakinan Konsumen Turun, Daya Beli Masyarakat Tertekan
Menurut pemaparan Dirjen Migas ESDM, Tutuk Ariadji saat ini sebagian kebutuhan minyak di Indonesia dipenuhi dari impor.
Indonesia banyak mengimpor minyak mentah dari Saudi Arabia dan Nigeria.
“Saudi Arabia punya komitmen jangka panjang dengan Indonesia sehingga di tengah kondisi dinamis saat ini, pasokan minyak tetap bisa diamankan. Begitu juga dengan Nigeria,” jelas Tutuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI, Kamis (8/12).
Selain kedua negara tersebut, Indonesia juga mengimpor minyak mentah dari Afrika dan Timur Tengah (Middle East).
“Ini pentingnya kita punya diversifikasi sumber impor minyak mentah,” tegasnya.
Dalam materi paparannya, Kementerian ESDM menegaskan bahwa Pertamina belum melakukan impor minyak mentah dari Rusia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News