kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Penyederhanaan tarif cukai dinilai tak lindungi petani tembakau


Selasa, 21 Juli 2020 / 19:19 WIB
Penyederhanaan tarif cukai dinilai tak lindungi petani tembakau
ILUSTRASI. Petani merawat tanaman tembakau jenis Kemloko di persawahan desa Ketitang, Jumo, Temanggung, Jawa Tengah, Jumat (17/7/2020). Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Temanggung memperkirakan luas tanaman tembakau pada masa tanam tahun 2020 seluas 15


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 dinilai mengandung klausul-klausul yang mengancam eksistensi tembakau. Di antaranya klausul bahwa pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan melalui penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT), dan peningkatan tarif cukai hasil tembakau.

Sekretaris LBM PBNU Sarmidi Husna menilai RPJMN itu memang bermasalah. Pasalnya, penyusunannya hanya mempertimbangkan aspek kesehatan masyarakat yang berdasarkan data-data yang diduga kurang kuat.

Baca Juga: DDTC prediksi penerimaan cukai hasil tembakau hanya sekitar Rp 1,37 triliun di 2020

"Akibatnya, kontribusi industri hasil tembakau (IHT) yang sangat besar dan berdampak luas baik secara sosial, ekonomi, politik, maupun budaya terhadap pembangunan selama ini diabaikan," kata Sarmidi dalam keterangannya, Selasa (21/7).

Sarmidi menambahkan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti kebijakan cukai tahun 2020, RPJMN 2020-2024, rencana revisi PP No. 109 Tahun 2012, dan rencana aksesi WHO-FCTC mengarah pada pengendalian atau bahkan penghancuran jutaan petani tembakau dan industri kretek golongan menengah dan kecil tanpa upaya mitigasi yang jelas. 

Menurut Sarmidi, seharusnya kebijakan itu muatannya harus mengacu pada kebijakan terhadap rakyat yang berdasarkan kepada kemaslahatan. Tapi sayangnya, kebijakan ini justru berpotensi besar menimbulkan masalah, terutama bagi petani tembakau. 

Terkait klausul kebijakan penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai, PBNU menegaskan bahwa peraturan kenaikan cukai dan simplifikasi belum memenuhi asas kemaslahatan terutama bagi petani tembakau dan industri rokok kecil dan menengah.

Baca Juga: Simplikasi tarif cukai rokok dapat mendorong terciptanya persaingan setara

"Apabila simplifikasi cukai diterapkan, kami khawatir atas matinya industri rokok kecil dan menengah terutama rokok kretek. Pasalnya, peraturan simplifikasi ini membuat industri rokok kecil dan menengah tidak memiliki daya saing," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×