Reporter: Petrus Dabu | Editor: Edy Can
JAKARTA. PT Pertamina (Persero) meminta pemerintah memberikan kepastian soal kebijakan konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) di sektor transportasi. Kebijakan konversi ini pamornya meredup, saat pemerintah lebih memilih kebijakan menaikan harga BBM untuk menekan subsidi bahan bakar minyak pada APBN 2012.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) M.Harun menegaskan, Pertamina menuntut ada kepastian soal harga jual eceran BBG dan soal pendanaan. Menurut Harun, sampai saat ini posisi Pertamina masih menunggu kejelasan. Kalau pendanaan dibebankan ke korporasi, Pertamina minta ada kesepakatan harga. “Karena di situ kuncinya. Kalau Rp 4.100 per liter setara premium kita jalan. Ini sudah siap jalan kalau memang harganya digeser ke Rp 4.100 seperti kesepakatan awal," ujar Harun, Kamis (22/3) pekan lalu.
Harun menambahkan, terkait kenaikan harga BBG jenis Conpressed Natural Gas (CNG) dari Rp 3.100 per liter setara premium menjadi Rp 4.100 per liter setara premium ini, Pertamina sudah secara resmi mengajukan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pemerintah pun memang telah memberikan persetujuan.
Namun persetujuan tersebut baru pernyataan lisan, belum disertai dengan aturan yang legal. Nah, belakangan, pemerintah menyatakan pendanaan untuk pembangun infrastruktur BBG ini berasal dari APBN dan Pertamina akan bertindak sebagai operator.
Sebenarnya, Pertamina sudah menyiapkan dana dari perseroan untuk pembangunan sejumlah stasiun pengisian bahan bakar gas dengan pola mother and daughter system. Investasi untuk satu mother station dan empat daughter station berkisar antara Rp 90 miliar sampai Rp 120 miliar. "Tapi kalau memang pembangunan infrastrukturnya akan menggunakan APBN, kami menunggu ketentuannya seperti apa. Penggunaan APBN ini, kan, harus ada dasar hukumnya," tandasnya.
Menunggu pemerintah
Direktur Utama PT Pertamina Gas (Pertagas), anak usaha Pertamina di bidang penyaluran minyak dan gas, Gunung Sardjono, menambahkan, Pertagas sudah menyiapkan pembangunan satu mother station di Bitung, Tangerang. Stasiun induk ini nanti akan memasok CNG untuk empat daughter station di Jakarta dan sekitarnya.
Menurut Gunung, Pertagas sudah membuka tender untuk kontraktor yang akan mengerjakan proyek tersebut. Di tahun ini, Pertagas secara keseluruhan sudah merencanakan pembangunan empat mother station dan 16 daughter station. Tapi, "Untuk sementara ini pengumuman pemenangnya kita tahan dulu karena ada perubahan. Kalau semula anggarannya dari internal Pertamina menjadi dari APBN," tandas Gunung.
Gunung menambahkan, penundaan pengumuman pemenang tender itu atas permintaan komisaris Pertagas. "Dewan Komisaris Pertagas salah satunya adalah Direktur PNBP Ditjen Anggaran Askolani, menyatakan tunggu dulu karena Peraturan Pemerintahnya sedang disiapkan. Tapi sambil menunggu itu semuanya sedang kita siapkan,” terang Gunung.
Gunung menegaskan, apabila pembangunan infrastruktur BBG ini didanai APBN, Pertagas meminta adanya penugasan yang jelas dari pemerintah seperti halnya dalam program konversi dari minyak tanah ke LPG, beberapa waktu lalu. "Kami berharap dibentuk satu tim terpadu yang dipimpin Kementerian ESDM yang melibatkan Kementerian Perhubungan, terus Kementerian Dalam Negeri dalam hal ini Pemprov, kemudian Kementerian Lingkungan Hidup, Organda, dan pelaku bisnis lainnya agar semuanya lebih gampang,” imbuh Gunung.
Pertamina sendiri berharap agar momentum kenaikan harga BBM yang rencnanya dimulai 1 April ini, juga menjadi momentum bagi pemerintah untuk terus menggenjot penggunaan BBG di sektor transportasi. Karena itu dia berharap, agar kebijakan kenaikan harga BBM berjalan pararel dengan kebijakan menaikan harga BBG dari Rp 3.100 per liter menjadi Rp 4.100 per liter. "Kalau BBM naik menjadi Rp 6.000, masyarakat dihadapkan pada dua pilihan. Kalau dia menggunakan BBM harganya Rp 6.000, dia bisa beralih ke BBG. Ini akan men-triger orang untuk beralih ke BBG," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News